Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, Diperbarui 02/12/2023, 08:03 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Kebiasaan merokok orangtua bisa memicu risiko anak stunting.

Penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI pada 2018 mendapati, balita yang tingal dengan orangtua perokok tumbuh dengan berat badan 1,5 kg lebih rendah daripada anak yang tinggal dengan orangtua nonperokok.

Riset ini juga menyatakan, 5,5 persen balita yang tinggal dengan orangtua perokok mempunyai risiko lebih tinggi menjadi stunting.

Baca juga: Stunting Vs Wasting, Apa Bedanya?

Berkaitan dengan ini, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementeriaan Kesehatan RI dr. Endang Sumiwi mengatakan, kondisi tersebut menyulitkan penanganan stunting di Indonesia.

“Kita tahu bahwa angka stunting kita masih tergolong tinggi menurut kategori WHO yaitu di atas 20 persen, sementara Indonesia masih 21 persen," ujarnya, dikutip dari rilis Kemenkes pada Juni lalu.

Ia berharap keluarga Indonesia bisa mengatur ulang prioritas keuangannya dengan mengalihkan belanja rokok pada sumber pangan hewani.

Asupan tersebut, khususnya, sangat penting untuk tumbuh kembang anak dan mencegah stunting.

"Kalau mau berkontribusi untuk stunting, para orangtua tidak usah merokok dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur,” ungkap Endang.

Baca juga: Ibu Hamil, Menjauhlah dari Asap Rokok

Tidak hanya perilaku merokok, paparan asap rokok alias menjadi perokok pasif juga membuat ibu berisiko melahirkan anak stunting.

Perwakilan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Dr. Feni Fitriani Taufik, menambahkan, studi di RS Persahabatan Jakarta mengungkap adanya nikotin pada plasenta bayi yang dilahirkan ibu perokok aktif dan pasif.

Saat dilahirkan, panjang dan berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok juga jauh lebih kecil dan lebih pendek.

Baca juga: Penyebab Stunting, Gejala dan Cara Pencegahannya sejak Dini

“Jadi, pajanan rokok berpengaruh bukan saja setelah lahir, tapi di dalam kehamilan pun itu sudah sangat berpengaruh kepada bayi,” ungkap dr. Feni.

Ilustrasi ibu hamil muda yang mengalami morning sickness.Shutterstock Ilustrasi ibu hamil muda yang mengalami morning sickness.

Risiko stunting juga berlaku pada secondhand smoke, asap rokok yang dilepaskan oleh perokok kemudian dihirup oleh orang-orang di sekitarnya, dan thirdhand smoke, sisa bahan kimia dari asap rokok.

Sisa bahan kimia asap rokok memang tidak terlihat, tetapi bahayanya tetap mengintai, termasuk dari risiko perokok yang menempel di perabotan rumah, seperti gorden, karpet, dan sofa.

Baca juga: Bahaya Third Hand Smoke, Residu yang Tertinggal dari Asap Rokok

“Itu mengandung kimia berbahaya jika terhirup oleh orang-orang yang ada di rumah seperti anak-anak balita,” tambah dr. Feni.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau