KOMPAS.com - Kemudahan belanja online sering kali memicu pembelian impulsif.
Kita membeli barang bukan karena membutuhkannya tapi akibat tergoda tren, harga, FOMO dan faktor lainnya.
Pola tersebut berulang sehingga tanpa disadari menjadi gejala kecanduan belanja yang membahayakan.
Baca juga: Tanda-tanda FOMO dalam Diri Kita dan Faktor Penyebabnya
Kristin Roelofson, MSW, LSW, terapis asal Pittsburgh menilai, kecanduan belanja impulsiif adalah keluhan yang paling meresahkan.
"Ketika keuangan pribadi seseorang habis dan orang tersebut mencari pinjaman, memohon untuk meminjam uang dari orang lain, mencuri uang tunai atau kartu kredit, menjual barang-barang rumah tangga, melakukan perilaku berbahaya untuk mendapatkan uang, atau mencuri barang," terangnya, dikutip dari Health.
Roelofson mengatakan gejala kecanduan belanja bisa dilihat dari sejumlah perilaku, yakni:
“Kemunculan kecanduan belanja kemungkinan besar terjadi pada individu yang menunjukkan empat atau lebih indikator yang disebutkan di atas,” jelas Roelofson.
Baca juga: Apakah Kecanduan Belanja Online Gangguan Mental? Dosen UM Surabaya Beri Penjelasan
Kecanduan belanja dikenal pula sebagai compulsive buying disorder (CBD) alias gangguan pembelian kompulsif.
Ditandai dengan empat tahap yang terjadi sebelum, selama, dan setelah kita berbelanja.
Tahap pertama adalah antisipasi yang membuat kita sibuk mencari atau melakukan sesuatu yang spesifik sebelum belanja.
Tahap kedua adalah persiapan, misalnya merencanakan pengalaman berbelanja pribadi, termasuk meneliti barang tertentu, mencari harga jual, dan membandingkannya secara online vs offline.
Berikutnya, tahap belanja sesungguhnya yang dinilai bisa memberikan kebahagiaan.
Baca juga: 3 Tips Belanja Online yang Baik bagi Kesehatan Mental
Tahap terakhir adalah proses setelah belanja, termasuk menunggu barang dikirim.
“Pembeli mungkin mengalami kegembiraan dalam mengantisipasi menerima barang baru yang dibeli,” ujar Roelofson.
"Dan/atau kekecewaan pada barang yang dibeli sehingga belanja lagi," tambahnya.