Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Refleksi Diri Awal 2024: "Self-Transcendence"

Kompas.com - 09/01/2024, 08:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Melalui plateau experience, individu dapat merasakan keterhubungan yang mendalam dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Proses ini menciptakan landasan yang kokoh untuk pertumbuhan spiritual dan pemahaman diri yang mendalam.

Bagaimana karakteristik individu yang mencapai self-transcendence?

Individu yang mencapai self-transcendence menunjukkan adanya kesadaran diri ‘menghilang’, seperti dalam meditasi, karena fokus pada sesuatu di luar dirinya.

Mereka berhasil mengatasi kebutuhan fisik dan belenggu emosi, seperti rasa bersalah, malu, penyesalan, dan ketidakberdayaan.

Kemampuan mereka dalam mengatasi rasa sakit, takut akan kematian, keterbatasan, dan ketidaksempurnaan manusia membawa mereka menuju harmoni atau keselarasan dengan alam.

Karakteristik lainnya mencakup kemampuan mengatasi batasan budaya, perbedaan, jeratan peran sosial, dan propaganda.

Mereka tidak hanya berada dalam keberadaan sempurna di saat sekarang, tetapi juga mengatasi logika dan batasan fisik, serta mengalami sinergi dalam polaritas, konflik, dan pemisahan.

Mereka merasakan cinta dan kesatuan tanpa batas dengan semua manusia, menjaga welas asih dan kebebasan dari kebencian, kebodohan, ketidakpedulian, dan ketidakdewasaan.

Transender mampu mengatasi belenggu kekinian, dimensi ruang dan waktu, dan keinginan diri dengan mencintai takdirnya. Pencapaian kondisi divine, pengalaman mistik, iluminasi, dan pencerahan menjadi bagian dari perjalanan mereka.

Dalam gejolak kehidupan, mereka merasakan kedamaian dan ketenangan abadi serta tak terbatas.

Bersyukur, berbahagia, terpenuhi, dan bebas dari rasa khawatir, mereka mengalami kesadaran kosmis, serta kesatuan dan integrasi dengan keseluruhan alam semesta dan isinya.

Individu yang mencapai self-transcendence mampu menerima, mencintai, dan memaafkan semua orang, mencapai kesatuan dengan semua orang dan Tuhan, serta mencapai kondisi Tao, Buddha, atau pencerahan sejati (Maslow, 1971, h. 259-268).

Mengenal apa yang dialami para transender

Bagaimana dampak pengalaman ini terhadap kehidupan seseorang? Apakah orang yang telah mengalami self-transcendence mengalami pergeseran paradigma terhadap realitas kehidupan?

Berdasarkan tulisan Maslow (1971), berikut gambaran karakteristik individu yang mengalami self-transcendence:

  1. Signifikansi pengalaman. Bagi transender pengalaman self-transcendence menjadi sangat berarti dalam hidup mereka.
  2. Bahasa Being. Mereka secara alami berkomunikasi menggunakan Bahasa Being (B-language), yaitu bahasa penyair, mistik atau religius.
  3. Pandangan intuitif dan sakral. Transender melihat kehidupan secara intuitif dan sakral, menggabungkan kesakralan dengan perspektif praktis kehidupan sehari-hari.
  4. Orientasi nilai Being. Mereka termotivasi oleh nilai-nilai Being seperti kesempurnaan, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan kesatuan – menjadikan self-transcendence sebagai motivasi utama.
  5. Tampak saling mengenal satu sama lain, bahkan ketika pertemuan pertama langsung menjadi intim dan saling memahami.
  6. Responsif terhadap keindahan. Memiliki responsivitas tinggi terhadap keindahan, cenderung membuat segala sesuatu lebih indah, dan memiliki respons estetik yang kuat.
  7. Pandangan Holistik. Berpandangan holistik terhadap dunia, melampaui konsep-konsep seperti “kelas atau IQ seseorang” atau “agama keluarga.”
  8. Sinerji dan kolaborasi. Memiliki kecenderungan alami untuk sinergi secara intrapsikis, interpersonal, intrakultural, yang mengatasi transender dari persaingan dan pertandingan kalah-menang.
  9. Mengatasi ego dan identitas. Kemampuan untuk mengatasi ego, batasan diri dan identitas.
  10. Inspiratif dan ekstatis. Mereka tidak hanya loveable, namun juga inspiratif, lebih “tidak mendunia.”
  11. Inovatif dan pembaharu. Cenderung menjadi inovator daripada self-actualizers. Pengalaman self-transcendence dan pencerahannya memberikan visi yang jelas tentang yang seharusnya, seperti apa yang sebenarnya dapat terjadi dan apa yang bisa diwujudkan.
  12. Kesadaran terhadap kehancuran manusia, seolah tampak kurang “bahagia.” Namun, mereka dapat lebih suka cita dan mengalami puncak kebahagiaan dibandingkan orang lain. Mereka tampak lebih rentan terhadap kesedihan kosmis saat menyaksikan kebodohan dan kekejaman manusia, serta ketidakmampuan mereka untuk melihat keindahan dunia. Hal ini mungkin merupakan harga yang harus mereka bayar untuk kemampuan mereka melihat dunia dengan kejernihan.
  13. Kesakralan setiap orang dan hal. Mampu mensakralkan dan merasakan kesakralan setiap orang, makhluk hidup, bahkan benda mati dalam dunia realitas.
  14. Korelasi positif pengetahuan dan misteri, peningkatan pengetahuan dengan meningkatnya pengalaman misteri dan kekaguman. Bagi mereka, misteri adalah sesuatu yang menarik dan pada puncak perkembangan manusia, pengetahuan berkorelasi positif dengan perasaan misteri, kekaguman, kerendahan hati, ketidaktahuan, dan devosi.
  15. Tidak takut pada tindakan yang “tampak bodoh,” menjadi penyeleksi yang baik terhadap orang-orang kreatif.
  16. Berdamai dengan kejahatan, memahami keharusan atau ketak-terhindaran kejahatan dalam perspektif holistik yang lebih luas.
  17. Religius dan spiritual, dalam pengertian theistic atau nontheistic dasarnya adalah religius dan spiritual.
  18. Pengalaman esensial yang lebih banyak. Memiliki kekaguman yang lebih tinggi terhadap keindahan dunia, seperti melihat tarian daun saat terhembus angin atau ulat yang merayap.
  19. Cinta tanpa konflik dan total. Mencintai sepenuh hati dan menerima secara keseluruhan dalam hubungan, persahabatan, seksualitas dan kekuasaan.
  20. Menghindari kemewahan dan privilege. Lebih suka kesederhanaan daripada kemewahaman, menghindari privilege, penghargaan, dan rasa kepemilikan.

Pemaparan di atas mengindikasikan bahwa pengalaman self-transcendence memiliki dampak yang signifikan terhadap karakter seseorang.

Jika kita melihat pertumbuhan atau perkembangan seseorang sebagai suatu proses bertahap, ketika seseorang mencapai tingkat self-transcendence, ia tidak lagi terikat pada defisit kebutuhan (Biological, Safety, Attachment, Esteem).

Bahkan, kebutuhan untuk aktualisasi kemampuan kognitif dan estetik tidak lagi mendominasi, dan hidup beralih menjadi sebuah keberadaan yang lebih mendalam.

Bagaimana cara mencapai self-transcendence?

Dalam perjalanan mencapai self-transcendence, penulisan jurnal reflektif menjadi alat yang efektif.

Langkah pertama yang krusial adalah mengidentifikasi tujuan pribadi, seperti meningkatkan empati atau menemukan makna hidup.

Dengan menetapkan tujuan ini, penulisan jurnal dapat difokuskan pada aspek-aspek yang relevan untuk mencapai self-transcendence.

Selanjutnya, catatan pengalaman sehari-hari menjadi kunci, baik yang positif maupun negatif, membantu mengidentifikasi pola pikir dan emosi yang mungkin menjadi titik awal pemahaman diri yang lebih dalam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com