Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Media Sosial Bisa Berdampak Buruk pada Anak?

Kompas.com - 16/01/2024, 21:02 WIB
Wisnubrata

Editor

KOMPAS.com - Menghabiskan waktu di media sosial sudah menjadi acara rutin sebagian besar orang dewasa — mulai dari menelusuri video kucing menggemaskan hingga nonton tarian aneh selama berjam-jam.

Namun apakah sehat jika anak memiliki kebiasaan yang sama? Bagaimana kita bisa memastikan mereka aman berselancar di media sosial? Apakah media sosial itu baik atau buruk bagi anak (dan orang dewasa)?

Sebenarnya sebagian besar aplikasi media sosial mengharuskan penggunanya berusia minimal 13 tahun. Namun menurut Surgeon General A.S., hampir 40% anak-anak berusia 8 hingga 12 tahun dan 95% anak-anak berusia 13 hingga 17 tahun sudah aktif menggunakan aplikasi media sosial.

Baca juga: Alasan Anak Sebaiknya Tak Gunakan Media Sosial Sebelum 11 Tahun

Faktanya, berdasarkan survei tentang bagaimana media sosial memengaruhi kesehatan mental anak-anak dan remaja menyebutkan bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial memiliki risiko depresi dan kecemasan berlipat.

Jika anak Anda saat ini merupakan pengguna media sosial atau jika ingin memiliki akun sendiri, penting untuk berbicara dengan mereka tentang apa itu media sosial, aturan apa yang harus ditaati, dan bagaimana media sosial tidak selalu menampilkan gambaran nyata tentang kehidupan seseorang. 

“Media sosial cenderung membuat kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain,” kata psikolog anak Kate Eshleman, PsyD. “Kebanyakan orang ingin pamer dengan mengunggah apa yang mereka ingin orang lain lihat di media sosial. Dan hal itu bisa membuat anak-anak minder dan rendah diri karena merasa dirinya tidak lebih baik dari orang lain.”

Baca juga: 3 Prinsip Penggunaan Media Sosial agar Bebas Stres dan Lebih Bahagia

Dampak negatif media sosial

Memikirkan semua dampak negatif yang mungkin ditimbulkan pada anak akibat penggunaan media sosial memang akan terasa melelahkan dan menakutkan.

Namun hal ini harus dipahami agar tidak berdampak buruk pada anak. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak berusia kurang dari 11 tahun yang menggunakan Instagram dan Snapchat lebih cenderung memiliki perilaku digital yang bermasalah.

Mereka biasanya hanya memiliki teman di dunia maya dan cenderung mengunjungi situs yang tidak sesuai dengan usianya. Mereka juga berpotensi lebih besar untuk ikut ambil bagian dalam pelecehan online.

Masalah lainnya, tidak mudah bagi orangtua untuk membatasi waktu anak di media sosial. Menurut survei, 33% anak berusia 11 hingga 15 tahun merasa kecanduan media sosial, dan lebih dari separuh remaja mengatakan sulit berhenti menggunakan media sosial. Ketakutan akan ketinggalan, atau FOMO, adalah nyata.

Mengapa media sosial bisa memberi pengaruh buruk? 

Masalah citra tubuh

Terlalu banyak menelusuri media sosial dapat menyebabkan peningkatan ketidakpuasan terhadap tubuh, gangguan makan, dan rendahnya harga diri. Laporan menunjukkan bahwa 46% remaja berusia 13 hingga 17 tahun mengatakan media sosial membuat mereka memiliki pandangan buruk terhadap tubuh mereka.

Penyebabnya adalah: mereka selalu melihat orang-orang dengan tubuh sempurna di media sosial, sehingga merasa tubuhnya begitu buruk dibanding apa yang ada di sana.

“Padahal dengan ponsel berteknologi tinggi dan berbagai aplikasi, semua orang bisa dengan mudah menghasilkan 'foto sempurna', yang tidak sesuai dengan kondisi aslinya,” kata Dr. Eshleman.

“Namun, kita semua, terutama generasi muda, melihat foto-foto ini sebagai acuan dan mengagumi keindahannya. Hal ini mengakibatkan kita cenderung membandingkan diri kita dengan 'kesempurnaan orang lain', dan menjadi tertekan jika tidak mampu mencapainya.”

Baca juga: Sejak Bayi Terpapar Media Sosial, Apa Pengaruhnya bagi Generasi Alfa

Perundungan 

Kita semua pernah mendengar bullying, yang mungkin terjadi di lingkungan sekolah. Namun di dunia maya juga banyak cyber bullying, di mana seseorang melecehkan, mengancam, atau mempermalukan orang lain baik lewat unggahan, komentar, atau lainnya.

Selain itu banyak kata-kata, gambar, dan video yang berbahaya atau tidak pantas, sehingga 64% remaja melaporkan bahwa mereka sering terpapar konten berbasis kebencian.

“Tantangan terhadap cyberbullying adalah bahwa cyberbullying selalu ada, sehingga semakin sulit bagi anak-anak untuk menghindarinya,” jelas Dr. Eshleman. 

Predator 

Sayangnya, ada orang-orang di media sosial yang menargetkan anak-anak dan remaja, baik dengan mengeksploitasi mereka secara seksual, memeras mereka secara finansial, atau menjual obat-obatan terlarang yang diproduksi secara ilegal. 

Anak-anak dan remaja kerap menjadi sasaran karena mereka masih lugu, mudah percaya pada orang asing, dan belum memahami apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dibagikan secara online.

Statistik lain yang mengkhawatirkan? Hampir 6 dari 10 remaja putri mengatakan bahwa mereka pernah dihubungi melalui platform media sosial oleh orang asing dengan cara yang membuat mereka merasa tidak nyaman.

“Sebagai orang tua, rasanya mustahil untuk setiap saat mengawasi semua ini. Hal yang baik untuk mencegahnya adalah berkomunikasi dengan anak tentang potensi bahaya ini, memberi tahu mereka apa yang harus diwaspadai, dan memperingatkan mereka untuk tidak berbagi informasi apa pun dengan orang yang tidak mereka kenal,” saran Dr. Eshleman.

“Penting juga untuk menciptakan ruang komunikasi yang aman, memungkinkan anak-anak untuk menemui orang tuanya jika ada pertanyaan atau kekhawatiran yang muncul.”

Baca juga: Cara Aman Unggah Foto Anak di Media Sosial, Ini Panduannya

Tren viral yang berbahaya

Anda mungkin pernah mendengar tren viral yang berbahaya yang bisa mengakibatkan seseorang berurusan dengan hukum, harus dirawat di rumah sakit, dan bahkan kematian.

“Anak-anak tidak memiliki fungsi kognitif dan eksekutif untuk memikirkan situasi berbahaya dan mengapa hal tersebut mungkin merupakan ide yang buruk,” kata Dr. Eshleman. “Jadi, terkadang mereka menempatkan diri dalam risiko.”

Tics

Studi lain membahas tentang bagaimana anak-anak yang menggunakan TikTok mengalami tics atau gerakan tak terkontrol yang terjadi tanpa disadari. Mereka mengalami gangguan pergerakan yang disebabkan oleh stres dan kecemasan – yang mungkin diperparah oleh pandemi dan meningkatnya konsumsi media sosial oleh remaja.

Perubahan perilaku 

Selain perilaku digital yang bermasalah, mungkin terdapat perubahan pada perilaku sehari-hari anak di rumah, seperti:

  • Peningkatan iritabilitas.
  • Meningkatnya kecemasan.
  • Peningkatan depresi.
  • Peningkatan masalah tidur.
  • Kurangnya harga diri.
  • Kurangnya fokus dan konsentrasi.

“Jika anak-anak diminta untuk berhenti menggunakan media sosial dan mengerjakan pekerjaan rumah mereka, atau tugas apa pun yang tidak mereka sukai, mereka mungkin menjadi gampang marah atau frustrasi,” catat Dr. Eshleman. 

“Ini karena mereka diminta melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan dan berhenti melakukan sesuatu yang mereka sukai. Lebih lanjut, ada bukti yang menunjukkan bahwa waktu menatap layar terlalu lama berdampak negatif pada suasana hati.”

Baca juga: Apakah Kita Perlu Rehat dari Media Sosial? Kenali Tanda-tandanya

Ilustrasi Cyber Bullying , putus cintamonkeybusinessimages Ilustrasi Cyber Bullying , putus cinta

Apakah ada manfaat positif dari media sosial?

Media sosial dapat memberikan manfaat pada anak, seperti membantu mereka belajar cara berkomunikasi dengan orang lain, menjalin hubungan, dan cara menghadapi seseorang yang tidak bersikap baik kepada mereka. 

Jadi, tidak menggunakan media sosial sama sekali mungkin bukan solusi terbaik (atau realistis) untuk anak-anak.

Namun jika Anda mengijinkan anak-anak Anda menggunakan media sosial, pastikan untuk berbicara dengan mereka tentang manfaat dan bahayanya. 

Berikut beberapa tips tentang cara mengatur penggunaan media sosial untuk anak:

Tentukan apakah anak sudah siap. Meskipun anak sudah cukup umur untuk bergabung dengan platform media sosial, mereka mungkin belum siap untuk itu. Sebagai orangtua, kita memiliki pemahaman yang baik tentang tingkat kedewasaan mereka dan cara mereka berinteraksi dengan orang lain. 

Jika Anda tidak yakin, Dr. Eshleman menyarankan untuk melakukan tes di media sosial. “Orangtua harus mengidentifikasi ekspektasi mereka dan mengkomunikasikannya kepada anak-anak mereka,” katanya. “Juga, identifikasi konsekuensi jika tidak mengikuti pedoman tersebut.”

Bicaralah dengan anak-anak. Sejak awal, penting untuk melakukan percakapan terbuka dan jujur ??dengan anak  tentang apa itu media sosial dan kegunaannya. Tanyakan mengapa mereka tertarik untuk memiliki akun di platform tertentu dan untuk apa mereka ingin menggunakannya. 

Saat mereka mulai mernggunakan media sosial, teruslah ajak berbicara. “Jika Anda mendengar tentang tren TikTok yang populer atau sebuah cerita yang sedang diperbincangkan, bicarakan dengan anak Anda tentang apa yang mereka pikirkan dan lihat,” kata Dr. Eshleman.

Batasi waktu pemakaian perangkat. American Academy of Pediatrics merekomendasikan untuk membatasi waktu menatap layar hingga dua jam sehari untuk anak-anak. 

Dr. Eshleman mengatakan hal ini merupakan pedoman yang baik, namun ia juga ingin agar orang tua juga fokus pada gambaran besarnya, yakni memastikan anak tetap mendapatkan cukup aktivitas fisik, bermain keluar rumah, dan interaksi langsung dengan orang lain, tidak hanya lewat online. 

Pantau penggunaannya. Eshleman menyarankan untuk memeriksa apa yang dilihat anak Anda, apakah itu melalui tablet atau ponselnya atau menggunakan alat pemantauan media sosial. 

“Lihat apa saja yang dikunjungi anak dan pertimbangkan tingkat bahayanya atau manfaatnya,” katanya. “Tanyakan pada diri Anda apakah apa yang diikuti anak memiliki manfaat atau justru merugikan.”

Beri contoh. Lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, bukan? Namun Dr. Eshleman mengatakan bahwa mempraktikkan perilaku media sosial yang aman dan sehat di depan anak akan sangat bermanfaat. 

“Jauh lebih sulit bagi anak-anak untuk memahami potensi bahaya atau risiko media sosial ketika orangtua juga melakukan perilaku yang sama,” katanya.

Kesimpulan

Bersikaplah tenang terhadap diri Anda sendiri sebagai orangtua dalam hal media sosial dan anak-anak Anda. Jangan takut untuk berbicara dengan orangtua dan pengasuh lain tentang apa yang mereka lakukan, atau meminta bantuan jika Anda kesulitan menjaga keamanan anak di media sosial.

“Bagi banyak orang tua, ini adalah wilayah yang belum dipetakan,” Dr. Eshleman menyadari. “Hal ini membutuhkan waktu dan tenaga, dan mungkin menyulitkan bagi orangtua yang bekerja, membesarkan anak, dan mengurus tugas rumah tangga. Tidak apa-apa untuk meminta bantuan.”

Baca juga: 7 Strategi Mendidik Anak agar Lebih Bijak Menggunakan Media Sosial

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com