Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Kondisi anak tantrum kerap membuat orangtua khawatir hingga kewalahan dalam mengatasinya. Tidak jarang, timbul pertanyaan dari orangtua, apakah anak tantrum bahaya?
Dokter Spesialis Anak, DR. Dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani, Sp.A(K), menjelaskan, tantrum merupakan suatu ledakan perilaku yang mencerminkan respons disregulasi terhadap rasa frustasi anak.
“Jadi, anak tidak mampu meregulasi rasa frustasi yang ia alami,” jelas Trisna dalam Seminar bertajuk ‘Tantrum: Bagaimana Mencegah dan Mengatasinya?’ oleh Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dikutip Kompas.com Kamis (25/4/204).
Baca juga: Awas, Terlalu Lama Main Gawai Picu Tantrum pada Anak
Trisna menyatakan bahwa tantrum merupakan kondisi normal yang terjadi pada anak. Dengan kata lain, tantrum tidak bahaya.
Namun, tantrum berpotensi menjadi abnormal jika berlanjut hingga remaja. Kondisi ini yang perlu diwaspadai oleh orangtua.
“Jadi, tantrum merupakan perkembangan normal sesuai dengan usia anak. Tetapi, bisa menjadi abnormal kalau berlanjut sampai anak besar atau remaja, sehingga ini perlu diatasi,” ujar Trisna yang juga merupakan anggota Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI.
Oleh sebab itu, orangtua perlu mengetahui ciri-ciri atau gejala tantrum normal (tipikal) dan tantrum abnormal (atipikal).
Tantrum normal dan tantrum yang tidak normal dapat dibedakan melalui beberapa kondisi. Meliputi, usia anak tantrum, perilaku selama tantrum, durasi, frekuensi, dan mood anak.
Baca juga: 6 Cara Mengatasi Tantrum pada Anak, Orangtua Tidak Perlu Marah-marah
Trisna mengatakan, tantrum normal terjadi pada anak usia 18 bulan hingga empat tahun. Sejalan dengan bertambahnya usia anak, persentase kejadian tantrum semakin berkurang.
Rinciannya, usia anak dua tahun pada umumnya mengalami kejadian tantrum sebesar 20 persen. Kemudian, berkurang saat anak menginjak tiga tahun yakni 18 persen dan 10 persen saat berumur empat tahun.
Sementara itu, tantrum abnormal berlanjut setelah anak usia empat tahun bahkan hingga remaja.
“Ketika tantrum berlanjut setelah usia empat tahun, nah hati-hati, ini termasuk temper tentrum yang abnormal,” ujarnya.
View this post on Instagram
Orangtua juga bisa membedakan tantrum normal dan abnormal dari perilaku anak selama tantrum.
Trisna menjelaskan, tantrum normal biasanya disertai dengan tindakan seperti menangis, menjatuhkan tangan dan kaki, menjatuhkan diri ke lantai, mendorong, menarik, atau menggigit.
“Tapi, kalau anak sudah melukai diri atau orang lain, nah ini hati-hati sudah abnormal” paparnya.
Baca juga: Kapan Perilaku Tantrum Anak Perlu Diwaspadai?
Tantrum anak yang normal biasanya berlangsung sampai dengan 15 menit. Lebih dari 15 menit, orangtua harus mewaspadai kemungkinan tantrum abnormal.
Perbedaan tantrum normal dan abnormal juga bisa ditengok dari frekuensinya.
Trisna menuturkan, tantrum normal terjadi kurang dari lima kali per hari. Sedangkan, kondisi tantrum abnormal bisa berlangsung lebih dari lima kali per hari.
Mood atau suasana hati anak juga bisa menjadi indikasi tantrum normal dan abnormal.
Trisna mengatakan apabila mood anak kembali normal antara kejadian tantrum, maka masih masuk kategori tantrum normal.
“Namun, kalau tantrum yang abnormal, maka mood anak tetap negatif di antara kejadian berikutnya, jadi cenderung menetap,” jelas Trisna.
Baca juga: Cara Atasi Anak Tantrum Tanpa Berteriak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.