Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Pentingnya Membangun Empati pada Anak sejak Dini

Kompas.com - 16/06/2024, 15:23 WIB
Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perilaku agresif tersebut juga dapat memunculkan terjadinya bullying pada anak. Hal ini dilansir dari hasil penelitian pengaruh perilaku bullying terhadap empati ditinjau dari tipe sekolah pada 2018.

Hasil penelitian menunjukkan hasil pengendalian empati terhadap perilaku bullying sebesar 3,3 persen.

Dapat disimpulkan bahwa empati memiliki pengaruh dalam meminimalkan terjadinya perilaku bullying pada anak.

Dengan mengembangkan dan meningkatkan empati pada anak sejak dini, maka kita dapat mencegah terjadinya perilaku agresif atau bahkan perilaku bullying pada anak yang dapat berlanjut sampai dewasa.

Lalu, bagaimana untuk mengetahui jika seorang anak sudah memiliki empati yang cukup baik?

Anak yang memiliki empati berarti anak dapat mengerti serta memahami perasaannya maupun orang lain yang memiliki pandangan dan perasaan yang juga berbeda dengannya, dapat mengatur emosinya, menempatkan dirinya pada posisi orang lain, dan memberikan reaksi yang baik terhadap permasalahan orang lain.

Goleman (1996) membagi ciri orang yang memiliki empati akan mampu ikut merasakan perasaan orang lain (sharing feeling).

Misalnya dengan peka terhadap perasaan orang lain, memiliki kesadaran diri yang kuat untuk menjaga perasaan dan tidak menyakiti orang lain, memiliki inisiatif untuk mengambil peran (role taking) dengan menawarkan bantuan atau berbagi sesuatu untuk orang lain dan mampu mengendalikan emosinya.

Lalu, bagaimana mengetahui seorang anak yang kurang memiliki empati? Hal ini dapat kita lihat ketika seorang anak terus-menerus bertindak dengan cara menyakiti orang lain seperti kekerasan fisik maupun ejekan verbal.

Perilaku tersebut menunjukkan bahwa anak tidak mengembangkan kemampuan untuk memahami bagaimana dampak tindakan mereka terhadap orang lain.

Misalnya, melakukan perundungan, merebut mainan/barang milik temannya, ikut tertawa ketika melihat temannya dirundung atau diejek, melakukan perilaku yang menyakiti orang lain dan tidak mau meminta maaf.

Jika anak sudah sekolah dan memiliki lingkar sosial yang lebih luas, amati dan tanyakan kepada wali kelas bagaimana cara anak berinteraksi dan berperilaku dengan teman, guru, atau pengurus lingkungan sekolah.

Jika anak dikeluhkan kurang atau tidak memiliki empati, maka kita sebagai orangtua perlu untuk mengambil tindak lanjut yang diperlukan.

Tips membangun empati pada anak

Pertama, mendongeng (story telling). Dengan mendongeng, anak akan memahami makna kebaikan dari pesan yang terkandung dalam cerita tersebut dan meniru sikap maupun perilaku yang lebih empatik terhadap teman dan orang lain.

Kedua, memberikan edukasi melalui video atau film animasi mengenai relasi sosial anak dengan teman sebaya atau interaksi anak-orangtua yang menyentuh dan memberikan pesan sosial merupakan cara yang efektif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com