Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Pasang Sepatu di Depan DPR untuk Menghapus Kekerasan Seksual

Kompas.com, 25 November 2020, 18:45 WIB
Wisnubrata

Editor

KOMPAS.com - Ratusan pasang sepatu yang dijajarkan di depan Gedung DPR/MPR hari ini bukanlah hiasan tanpa makna. Sepatu-sepatu itu mewakili mereka yang teraniaya.

Sepatu-sepatu yang menjadi bagian demo diam The Body Shop Indonesia ini adalah simbol permulaan untuk mendorong agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera disahkan.

Lewat aksi ini, The Body Shop Indonesia mengajak masyarakat terlibat aktif dengan berpartisipasi dalam petisi di TBS Fight For Sisterhood sebagai bentuk dukungan suara publik untuk berjuang melawan kekerasan seksual terhadap perempuan.

Berdasarkan data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia di tahun 2019 mencapai 431.471 kasus, atau naik 8 kali lipat dalam 12 tahun terakhir.

Kekerasan seksual terhadap anak perempuan naik 65 persen di tahun 2019 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020, kasus kekerasan terhadap perempuan juga dikhawatirkan akan makin meningkat.

Karena banyaknya kasus tersebut, Indonesia disebut dalam kondisi darurat kekerasan seksual, oleh karenanya diperlukan aturan hukum guna mencegah bertambahnya kasus kekerasan seksual.

“Lebih dari 500 pasang sepatu yang hadir di tengah-tengah kita ini dikirimkan oleh pelanggan, karyawan, dan kolega kami sebagai bukti bahwa perwakilan masyarakat hadir secara simbolik di depan DPR RI, meminta Komisi VIII agar segera mengembalikan RUU PKS ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 dan mengesahkannya di tahun 2021,” ujar Aryo Widiwardhono, CEO Of The Body Shop Indonesia, Rabu (25/11/2020).

Baca juga: Banyak yang Belum Tahu, Apa Saja yang Termasuk Pelecehan Seksual?

Lewat pengesahan RUU PKS diharapkan negara bisa ikut mencegah bertambahnya kasus kekerasan seksual serta memfasilitasi perlindungan dan rehabilitasi bagi korban.

Menurut Veryanto Sitohang, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, kampanye ini mengajak publik untuk lebih sadar terhadap pentingnya pengesahan RUU PKS sekaligus merupakan wujud dukungan bagi para korban kekerasan seksual.

“Mari kita melakukan gerak bersama jangan tunda lagi sahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual,” ujar Veryanto.

Pembahasan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menemui jalan buntu di tahun 2020, karena DPR memutuskan untuk mengeluarkan RUU tersebut dari Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) dengan beragam alasan.

Padahal Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki persoalan kekerasan seksual. Hasil survei Badan Pusat Statistik tahun 2017 menemukan 1 dari 3 perempuan mengalami kekerasan seksual.

Sementara survei nasional yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman pada 2019 menemukan 3 dari 5 perempuan mengalami kekerasan seksual.

Sebuah survei daring yang dilakukan Magdalene.co bersama Lentera Sintas Indonesia dan difasilitasi oleh Change.org Indonesia pada 2016 memperlihatkan, hanya 7 persen dari penyintas yang melaporkan kasus mereka ke aparat hukum. Dari yang melaporkan tersebut, hanya 1 persen yang kasusnya terselesaikan.

Hal ini terjadi karena banyak korban yang enggan melaporkan karena takut akan mendapat cap buruk dari masyarakat. Selain itu, sistem hukum juga belum berpihak pada korban. Itulah sebabnya RUU PKS perlu untuk segera disahkan.

Baca juga: Cara Hannah Al Rashid Bikin Kapok Pelaku Pelecehan Seksual

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau