Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Kena "Breadcrumbing", Apa Sih Itu?

Kompas.com - 11/07/2023, 16:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Mendapatkan pasangan yang saling mencintai adalah kebahagiaan tersendiri dalam hubungan asmara. Lika-liku hubungan mulai dari proses pendekatan, jadian, hingga berlangsungnya hubungan bukanlah hal yang mudah.

Ternyata, dalam proses pendekatan, ada orang yang hanya cenderung menarik perhatian lawan jenisnya. Setelah terpikat, orang tersebut pun tidak memiliki keinginan yang serius untuk melanjutkan hubungan dengan korbannya.

Dalam siniar Anyaman Jiwa episode “Kena Breadcrumbing, Apa Sih Itu?” dengan tautan dik.si/AnyJiwBread, Phebe Illenia Suryadinata, M.Psi., Psikolog Klinis Dear Astrid, mengungkapkan fenomena ini disebut sebagai breadcrumbing.

Kenapa Dinamakan Breadcrumbing atau “Remah Roti”?

Menurut Dr. Gemma Harris, psikolog klinis, disebut sebagai breadcrumbing atau remah roti karena hal ini mengacu pada pelaku yang memberi “remahan” perhatian atau kasih sayang. Perlakuannya sering kali dilakukan melalui platform daring, seperti media sosial atau aplikasi kencan.

Intensitas komunikasi yang tinggi cenderung memiliki sinyal seperti memberi kita harapan. Di sisi lain, kita juga merasa gelisah karena tidak ada kejelasan dalam hubungan yang sedang dibangun.

Baca juga: Mengenal 2 Jenis Gangguan Mental akibat Takut Berlebih

Oleh karena itu, Kelly Campbell, Ph.D., Profesor di California State University, mengklasifikasikan breadcrumbing sebagai salah satu taktik manipulasi emosi yang dirancang untuk membuat seseorang bergantung kepada satu sama lain.

Masifnya penggunaan teknologi sebagai alat untuk berkomunikasi pun membuat fenomena ini semakin marak.

Perbedaan Breadcrumbing dan Ghosting

Meskipun serupa breadcrumbing berbeda dengan perilaku ghosting. Pelaku breadcrumbing memang terkadang sesekali meninggalkan korbannya.

Namun, ia akan kembali melakukan kontak dengan meninggalkan pesan-pesan afirmasi. Misalnya, dengan mengucapkan selamat pagi atau menyukai unggahan kita.

Sementara itu, ghosting adalah perilaku meninggalkan korban secara total setelah melakukan kontak atau komunikasi yang intens. Tak ada lagi kontak lanjutan setelahnya sehingga korban ditinggalkan tanpa penjelasan.

Faktor Penyebab Breadcrumbing

Pertama, perilaku breadcrumbing biasanya disebabkan oleh sikap rendah diri. Dengan melakukan breadcrumbing, pelaku bisa membangun rasa kendali dan dominasi karena selama ini mereka tak bisa melakukannya.

Kedua adalah memiliki rasa ketakutan yang tinggi terhadap komitmen. Saat ingin menjalin hubungan, pelaku yang pernah mendapat pengalaman traumatis jadi mudah ragu. Hal ini disebabkan rasa takut mereka yang tinggi karena hubungan sebelumnya tak berakhir baik.

Dalam kasus ini, Dr. Gemma Harris menjelaskan kalau perilaku breadcrumbing adalah bentuk pertahanan diri.

Baca juga: Oversharing di Media Sosial, Apa Dampaknya?

Ketiga, yaitu memiliki suatu kondisi atau masalah kesehatan mental, seperti narsistik. Orang narsistik cenderung merasa dirinya lebih superior sehingga mereka kerap mempermainkan korbannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com