Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan Pasangan Suami Istri Perlu Menjalani Program Bayi Tabung?

Kompas.com - 12/03/2024, 19:09 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat ini, program bayi tabung menjadi salah satu solusi agar pasangan suami istri (pasutri) yang kesulitan untuk memiliki keturunan segera mendapatkan buah hati.

Adapun program bayi tabung dilakukan melalui fertilisasi sel sperma dan sel telur di luar tubuh, atau yang juga dikenal sebagai In Vitro Fertilization (IVF).

Baca juga:

Tetapi, sebelum menjalani program bayi tabung, pasutri juga perlu memerhatikan beberapa hal, termasuk kondisi kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Lantas, kapan sebenarnya pasutri dapat dikatakan perlu menjalani program bayi tabung untuk memiliki anak?

Kondisi pasutri yang perlu melakukan program bayi tabung

Dokter obgyn dan pakar fertilitas, Dr Binarwan Halim, MKed(OG), SpOG(K), FICS menjelaskan, ada beberapa indikasi seseorang atau pasangan perlu menjalani program bayi tabung, yakni:

  • Saluran tersumbat (antara indung telur dan rahim).
  • Usia sudah berada di atas 35 tahun.
  • Sudah mencoba berbagai program, seperti mengonsumsi obat-obatan, inseminasi, dan juga operasi, namun tetap gagal.
  • Adanya gangguan sperma berat. Misalnya, spermanya sedikit, di bawah 1 juta. Atau sama sekali tidak ada sperma yang dikenal sebagai sperma kosong (sperma nol).

"Kondisi-kondisi seperti ini sulit ya. Maka diperlukan program bayi tabung," katanya dalam acara konferensi pers Perfitri dan Merck di Jakarta, Kamis (7/3/2024) lalu.

Binarwan juga menambahkan, ada pula kondisi di mana seseorang benar-benar tidak bisa memiliki anak dari program bayi tabung sehingga harus adopsi.

Baca juga:

Kondisi tersebut antara lain, tidak punya rahim, sudah menopause, tidak punya indung telur, atau pada laki-laki yang melakukan operasi buah zakar lalu spermanya diambil, jadi tidak ada sperma sama sekali.

"Soalnya kalau di Indonesia ini kan kita tidak bisa menggunakan donor sperma, donor embrio, atau donor sel telur seperti negara tetangga (Malaysia dan Singapura)," ujar Dr Binarwan.

"Makanya kalau angka keberhasilan bayi tabung di sana lebih tinggi, itu ada kontribusi sistem pendoronan tersebut. Kita tidak bisa dilakukan di sini karena kan ada undang-undangnya," jelas dia.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com