Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Merasakan Sensasi "Kopi Gunung" di Kaki Gunung Argopuro...

PROBOLINGGO, KOMPAS.com - Jika kedai kopi selama ini selalu identik dengan pusat kota, maka kedai 'Kopi Gunung' ini menerapkan konsep yang berbeda.

Jangan bayangkan kita akan menemui suasana pusat perbelanjaan atau lokasi ramai yang biasa dilalui banyak orang.

Kedai Kopi yang berdiri sejak tahun 2017 ini justru terletak di kaki gunung, sebuah lokasi yang umumnya tak banyak dikunjungi atau dilalui orang.

Berlokasi di kaki Gunung Argopuro, tepatnya di Desa Bremi, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, kedai kopi milik Rudy Hartono ini tetap dipadati pengunjung.

Selain rasa kopi yang nikmat, pengunjung juga disuguhi indahnya pemandangan gunung Argopuro, hamparan kebun kopi serta pepohonan pinus yang eksotik.

Setiap harinya terdapat 100 pengunjung lebih mendatangi kedai kopi itu.

Namun, jika hari libur, terutama saat momen lebaran, pengunjung bisa membludak hingga 3-4 kali lipat.

Disajikan secara tradisional

Tak ada alat roasting atau mesin pembuat kopi yang biasa menghiasi kedai kopi lainnya.

Semua kopi yang disajikan dibuat secara manual tanpa bantuan peralatan canggih.

Penggilingan kopi juga diolah langsung dengan tangan tanpa bantuan mesin.

"Saya tidak pakai mesin penggiling. Untuk menghaluskan kopi saya pakai tangan, dihaluskan secara manual," ucap pria berusia 50 tahun ini.

Bahkan, Rudy bercerita, teknik pemanggangan kopi di kedai miliknya ini juga dilakukan dengan teknik penggorengan tradisional.

"Nah, untuk menjaga kualitas, ada control quality. Jadi, satu orang, yaitu istri saya sendiri, yang bertugas untuk mengontrol kualitas kopi yang disajikan," paparnya.

Jika yang melakukan quality control lebih dari satu orang, menurut Rudy, maka rasa kopi yang dihasilkan berbeda.

"Makanya, kedai ini cuma ada satu orang saja untuk mengontrol kualitas kopi," tambahnya.

Berawal dari keprihatinan

Keprihatinan Rudi akan matinya budidaya kopi di kampung halamannya, membuat dia bertekad untuk mendirikan kedai ini.

Desa Bremi yang terletak di sekitar kaki Gunung Argopuro ini merupakan sentra kopi yang besar.

Sayangnya, faktor ekonomi membuat semangat petani untuk budidaya kopi semakin surut.

"Awalnya desa ini adalah sentra kopi. Tapi, diubah menjadi perkebunan kayu," ungkap Rudy.

Para petani menganggap budidaya tananam kayu lebih menjanjikan dari segi ekonomi. Inilah yang membuat tanaman kopi menjadi sedikit.

Pria yang telah berkeliling Indonesia demi kopi ini merasa prihatin akan nasib budidaya kopi di kampung halamannya.

Oleh karena itu, ia menghentikan 10 tahun petualangannya untuk belajar kopi demi memajukan varietas kopi di tanah kelahirannya.

"Saya sudah keliling Indonesia untuk belajar kopi. Lalu, saya mikir, kenapa enggak saya hidupkan kopi di tempat saya sendiri," ucapnya.

"Saya juga bekerja sama dengan Dinas Perkebunan dan Kehutanan setempat. kebetulan tanah yang bisa ditanami kopi ini wilayahnya Perhutani," ucapnya.

Setiap minggu, Rudy juga memberi semacam workshop kepada para petani kopi demi memperoleh hasil yang maksimal.

Alhasil, ribuan kelompok tani dari berbagai kota pun telah bergabung dengannya.

"Yah, kedai kopi ini juga jadi sekertariat kelompok tani. Jadi, bukan hanya sekedar tempat minum kopi," ucapnya.

Usaha yang tak sia-sia

Usaha Rudy untuk memajukan varietas kopi di tanah kelahiranya ini rupanya tak sia-sia.

Para penikmat kopi dari berbagai Indonesia beramai-ramai mendatangi kedai kopi yang letaknya terbilang jauh dari pusat kota.

Tak ada kendaraan umum yang bisa kita gunakan untuk menjangkau lokasi kedai ini.

Sangat sulit untuk menemukan area pemukiman warga saat menuju lokasi kedai 'Kopi Gunung' ini.

Dan, sepanjang perjalanan menuju kedai, kita akan menjumpai hamparan hutan dan perkebunan yang sunyi.

Demi para penggila kopi, kedai 'Kopi Gunung' ini dibuka hingga 24 jam.

Ini merupakan salah satu totalitas Rudy untuk memajukan varietas kopi di tanah kelahirannya.

"Banyak orang yang ingin minum kopi di malam hari. Terkadang, mereka sampai mendirikan tenda."

"Makanya, saya putuskan untuk tinggal di kedai ini," ungkap pria ini.

Para pekerja di PLTU Paiton di Kabupaten Probolinggo, misalnya, mereka bekerja di area yang panas.

Jadi, waktu akhir pekan, mereka biasanya menghabiskan waktu untuk menikmati kopi di kaki Gunung Argopuro.

"Biasanya, mereka hari Sabtu datang ke sini. Ngopi sampai malam lalu tidur di tenda. Minggu pagi baru pulang," ucap Rudy.

Rudy juga bercerita jenis kopi yang paling diminati oleh pelangannya adalah kopi arabika.

Rasa yang lembut, aroma yang khas dan lebih 'ramah' di lambung, kata Rudy, membuat jenis kopi ini memiliki banyak penggemar.

Bahkan, kedai tersebut juga menyediakan kopi yellow caturra, jenis kopi langka yang hanya tersedia sekitar 700-900 pohon di Indonesia.

Tertarik untuk mencoba?

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/06/18/190000820/merasakan-sensasi-kopi-gunung-di-kaki-gunung-argopuro

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke