Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

7 Hal yang Bisa Dipelajari dari Perjuangan Jojo dan Para Juara

Medali dalam genggaman mereka saat ini merupakan hasil dari sebuah perjalanan dan perjuangan panjang, bahkan dengan pengorbanan.

Di Asian Games 2018, Indonesia mencatatkan prestasi terbaiknya sepanjang sejarah mengikuti ajang olahraga se-Asia ini.

Hingga Kamis (30/8/2018), Indonesia telah mendapatkan 30 emas, 22 perak, dan 37 perunggu.

Mereka, para peraih medali, adalah para juara.

Apa saja yang bisa kita pelajari dari perjalanan dan perjuangan para juara ini?

Defia Rosmaniar adalah atlet taekwondo yang mempersembahkan medali emas pertama untuk Indonesia pada Asian Games 2018.

Ia telah menggeluti olahraga ini sejak usia 13 tahun. Berbagai medali telah diraihnya dari berbagai kejuaraan.

Menuju Asian Games 2018, Defia bertekad, emas harus diraih. Tekad tersebut ia buktikan dengan prestasi gemilangnya.

Tangis bahagia terlihat saat Defia berhasil mempersembahkan emas pertamanya di Asian Games.

Hasil yang diraih Defia bukan tanpa air mata. Sejumlah kisah mengiringi perjalanannya. Salah satunya saat sang ayah berpulang ketika Defia tengah menjalani pelatihan di Korea.

Defia tak bisa mengikuti pemakaman ayahnya. Namun, ia tak patah semangat.

Kisah lainnya, pada 2013, setelah kejuaraan dunia, ia sempat cedera lutut dan harus menjalani operasi.

Saat down, Defia tak terpuruk. Ia justru menjadi semakin tangguh dengan mencari solusi untuk terus maju.

Aries Susanti Rahayu, salah satu atlet putri dari cabang olahraga (cabor) panjat tebing.

Di Asian Games 2018, ia mempersembahkan dua emas untuk indonesia, dari nomor beregu dan perorangan.

Aries mengaku tak akan menyia-nyiakan kesempatan terbaik yang diterimanya. Ia bertekad untuk berjuang dan memberikan yang terbaik untuk Indonesia.

"Tidak semua dikasih kesempatan, jadi saya tidak mau menyia-nyiakan, kesempatan yang luar biasa," kata Aries.

Pada Asian Games 2018, pasangan ini menyumbangkan medali emas ke-10 untuk Indonesia.

Siapa sangka, Aldila/Christopher baru dipasangkan dua minggu sebelum Asian Games dimula.

Aldila/Christopher memanfaatkan waktu sebaik mungkin, fokus untuk memberikan yang terbaik.

Saat berbincang di program Mata Najwa, Dila, sapaan Aldila, mengisahkan, ia mendapatkan beasiswa selama empat tahun di University of Kentucky, Amerika Serikat, dan lulus dengan predikat cum laude.

Setelah lulus, ia dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan tinggal di Negeri Paman Sam atau kembali ke Tanah Air dan membela timnas Indonesia.

Pilihannya, kembali ke Tanah Air.

Demikian pula dengan Christopher, yang sejak kecil bertekad menjadi pemain tenis profesional.

Saat menginjak usia 18 tahun, ia yakin dan memutuskan meniti jalan menuju mimpinya. Christopher sempat cedera 10 bulan. Perjuangannya pun harus dimulai dari nol.

Keyakinan dan kerja keras tak akan sia-sia. Aldila dan Christopher membuktikannya.

Selanjutnya, Dila akan kembali ke turnamen individual, dengan target tembus top 500. Sementara Christopher akan fokus menembus ranking 80 dunia, dan mengikuti Australia Open pada 2019.

Pada final Asian Games 2018, pasangan ini berhadapan dengan seniornya Marcus Gideon/Kevin Sanjaya. Meski harus takluk dan puas dengan medali perak, penampilan keduanya layak diapresiasi.

Rian/Fajar mampu memberikan perlawanan sengit. Perjalanan keduanya juga tak mudah, sejak usia belasan tahun harus tinggal jauh dari keluarga dan tinggal di asrama.

Ia mulai menggeluti angkat besi sejak sekolah dasar. Eko juga melalui jalan yang tak mudah, berjuang dari bawah.

Lahir dari keluarga sederhana, ayah Eko seorang pengayuh sepeda yang terkadang juga menjadi tukang bangunan. Sedangkan ibunya seorang pedagang sayuran.

Keterbatasan ekonomi menjadi pelecut semangatnya. Ia bertekad untuk keluar dari keadaan tersebut dan membantu keluarganya.

Ia tak pernah terpikir menjadi seorang atlet. Namun, sejak sekolah dasar ia memang sudah berlatih di tempat latihan sekitar rumahnya.

Belum satu tahun latihan, pada 2001 ia meraih gelar juara nasional. Hal ini menjadi motivasi Eko untuk terus berlatih dan mendapatkan juara di olimpiade.

Pada Asian Games 2018, total beban yang ia catatkan adalah 311kg. Bahkan, demi berjuang untuk Indonesia, ia harus melewatkan proses persalinan anak keduanya.

Kemenangan di Asian Games 2018 ini membuat Kevin meneteskan air mata. Ini kali pertama ia menangis setelah memenangkan pertandingan.

Kevin mengatakan, apa yang diraihnya semua karena kebaikan Tuhan. Pertarungan melawan rekan senegaranya di babak final, Rian/Fajar, berlangsung sengit. Namun, Kevin/Markus tak patah semangat.

Setelah sempat tertinggal, pasangan ini berhasil memenangkan pertandingan. Tak pantang menyerah, itu kuncinya. 

Ia mulai berlatih bulu tangkis saat berusia 6 tahun. Sang papalah yang mendorong dan mendukungnya.

Untuk persiapan Asian Games 2018 ini, Jojo mengaku meningkatkan latihan untuk fisiknya.

Di mana durasi latihan di lapangan menjadi 85 menit ke atas, ditambah lari, gym, dan berenang.

Ia berhasil membungkam kritikan terhadapnya dengan prestasi.

Jojo mengatakan, ia mempunyai satu folder di ponselnya yang berisi tangkapan layar komentar negatif dari para warganet.

Folder tersebut dinamai "penyemangat". Ia gunakan komentar tersebut sebagai pelecut semangat dan motivasi baginya.

Selain itu, sebagai pengingat ketika ia berada di atas agar tidak cepat puas dan lupa diri.

Jojo mengatakan, harga termahal yang ia korbankan adalah terbatasnya waktu bersama keluarga dan teman-temannya.

Namun, perjuangan dan pengorbanan itu membuahkan hasil maksimal di Asian Games 2018.

Kemenangan ini menjadikan Jojo lebih percaya diri menghadapi kompetisi selanjutnya. Kini, Jojo telah bersiap untuk kembali bertarung. Pekan depan, ia akan bertolak ke Jepang dan China, melanjutkan perjuangan mengharumkan nama bangsa.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/08/30/174300220/7-hal-yang-bisa-dipelajari-dari-perjuangan-jojo-dan-para-juara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke