Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jumlah Like Instagram Disembunyikan, Setuju?

Hal ini sudah diujicoba selama beberapa bulan di beberapa negara, seperti Kanada, Irlandia, Italia, Jepang, Brasil, Australia, dan Selandia Baru.

Sebagaimana di negara ujicoba lainnya, jumlah like tidak muncul di setiap unggahan. Baik saat muncul di beranda maupun profile yang biasa dilihat secara publik. Namun, si pemilik akun masih tetap bisa melihat jumlah like yang ia dapatkan.

Sejak diujicoba beberapa waktu lalu, langkah ini menuai pro dan kontra.

Pemberitaan Kompas.com 9 September 2019 lalu memuat sejumlah keluhan para selebgram terhadap langkah peniadaan fitur like tersebut.

Beberapa dari mereka yang terdampak merasa minim apresiasi, karena jumlah like di postingan tidak terpampang seperti biasanya.

"Like adalah faktor motivasi. Sekarang (dengan tidak ada jumlah like) tidak ada penghargaan dari penonton di akhir pertunjukan," kata salah satu selebgram Kate Weiland.

Lebih dari 50 persen selebgram mengaku pertumbuhan followers (pengikut) mereka juga melamban. Bagi selebgram, penyembunyian jumlah like menjadi momok tersendiri. Mereka cukup bergantung pada jumlah like dan komentar yang nangkring di setiap postingannya.

Sebab, dua elemen tersebut digunakan sebagai pengukur performa postingan yang nantinya "ditukarkan" dengan brand-brand tertentu, untuk mengampanyekan produknya.


Di kalangan selebriti, ada penyanyi Nicki Minaj yang sempat mengatakan tidak akan lagi mengunggah konten jika fitur itu ditiadakan.

"Setelah pekan ini aku tidak akan mengunggah (konten) di IG karena mereka menghapus like," demikian potongan tweet Nicki lewat akun Twitternya, @NICKIMINAJ pada 10 November lalu.

Namun, banyak pula yang setuju. Salah satunya Kim Kardashian. Ibu empat anak yang sudah memiliki pengikut di Instagram sebanyak 151 juta itu meyakini, penghapusan fitur like akan meningkatkan kesehatan mental para penggunanya.

Di tanah air, salah satu yang setuju jika fitur like disembunyikan adalah desainer Didiet Maulana.

Lewat akun Instagramnya pagi tadi, Didiet berandai-andai, kapan fitur tersebut akan mulai diterapkan di Indonesia.

Menurut Didiet, ada kecenderungan kondisi mental banyak generasi muda sangat terpengaruh dengan sistem "penilaian" tersebut.

Sistem penilaian kehidupan menjadi begitu cepat bergeser. Penampilan fisik atau kualitas foto seseorang menjadu sangat berdampak bagi perkembangan pribadi seseorang.

Namun, di sisi lain Didiet memahami bahwa fitur like menjadi sebuah standar bagi industri atau bisnis terkait.

Fitur tersebut menjadi standar baru para agensi atau pemilik brand untuk memperlihatkan apakah brand atau produknya cukup diminati di pasaran.

Meskipun ia juga menyayangkan sistem "penilaian" tidak selalu tercermin pada penjualan produk yang menuai like tersebut.

"Mungkin ini saatnya para pemilik brand, agency, dan industri, memikirkan cara lain untuk mendapatkan "pengakuan" di masyarakat. Mungkin harus kembali ke cara tradisional yaitu berinteraksi antar manusia atau memakai medium lain yang lama ditinggalkan misalnya lewat online media, printed media atau radio atau televisi."

"Jangan sampai tuntutan industri merusak tatanan penilaian generasi muda dalam berkarya. Jangan takut wahai para entrepeneur muda, kalo posting dan enggak banyak yang like itu bukan berarti produkmu enggak bagus, tetapi bagaimana kau bisa mengenalkan produk tersebut lewat medium lain," tulisnya.

Pendiri label Ikat Indonesia itu juga berpesan pada seluruh generasi muda untuk tak berkecil hati, jika konten yang diunggah hanya mendapatkan sedikit like.

"Tetap berkarya dan jangan terlalu diambil hati. Karena idemu terlalu indah untuk ditentukan kadarnya lewat likers rate tersebut," tambahnya.

Faktor kesehatan mental

Seperti diungkapkan oleh perwakilan Instagram, kesehatan mental memang menjadi latar belakang dihilangkannya fitur ini.

Instagram beralasan, menampilkan jumlah like justru menimbulkan gangguan kesehatan mental, karena pengguna saling adu banyak jumlah like.

"Kami menguji coba fitur ini karena kami ingin Instagram menjadi tempat yang nyaman bagi orang-orang. Termasuk membantu mereka fokus pada foto dan video yang mereka bagikan, bukan dari seberapa banyak like yang mereka dapatkan," jelas salah satu perwakilan Instagram tersebut.

Fitur "like" juga secara tidak langsung menimbulkan adiksi media sosial atau adiksi gawai.

Kepada Kompas Lifestyle beberapa waktu lalu, praktisi adiksi, dr Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ (K), dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menjelaskan, dalam konteks media sosial, adiksi bisa sangat memengaruhi kepercayaan diri seseorang.

Apalagi, kata Siste, ciri khas remaja dan dewasa muda antara lain sangat suka dengan perhatian untuk meningkatkan rasa percaya dirinya.

“Ketika like sedikit, mereka merasa frustrasi dan merasa ada yang salah dengan diri mereka, apakah (itu) kurang cantik, atau hidung kurang mancung. Jadi ada perasaan tidak nyaman ketika orang lain tidak menyukai apa yang mereka posting, (ini) jadi sebagai tempat pelampiasan emosi juga mencari perhatian,” tuturnya.

Meski begitu, hingga saat ini Instagram belum mengungkapkan kapan fitur sembunyikan like ini akan digulirkan secara global.

Bagaimana menurutmu, apakah fitur ini perlu? Bagaimana ya jika kelak diberlakukan juga di Indonesia?

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/11/13/121500020/jumlah-like-instagram-disembunyikan-setuju-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke