Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cafe More, Saat Secangkir Kopi Diracik dengan Mata Hati...

Selain itu, jika dilihat dari luar, kafe tersebut dipenuhi banyak orang. Kursi-kursi yang terbuat dari kayu tampak penuh.

Melihat pemandangan di dalam kafe, sejumlah pengunjung yang sempat mematung di depan pintu, memberanikan diri masuk dan mendatangi kasir untuk memesan.

“Mohon maaf kak, kami closed order dulu untuk sementara. Baru buka sekitar pukul 17.00,” ujar salah seorang barista, Sipa (30).

Sipa menjelaskan, kafe tersebut closed order sementara waktu, karena antrean pesanan sudah terlalu panjang.

Selain itu, beberapa bahan habis, sehingga pihak kafe harus mengisi ulang persediaan.

“Mau ditunggu boleh, atau kakak bisa datang lagi ke sini sore. Kami tutup jam 21.00. Maaf ya kak,” tambah Sipa lagi.

Sepintas tak ada yang berbeda dalam kafe yang tengah viral di media sosial ini.

Tempat itu didesain minimalis, dengan beberapa tambahan interior ciamik yang biasa ditemukan di kafe kopi.

Begitu pun dengan baristanya. Mereka begitu cekatan, rapi, dan ramah. Tangan mereka terlatih meracik kopi, melayani pembeli, dan bertransaksi.

Uniknya, semua barista di kafe tersebut perempuan. Mereka juga disabilitas netra low vision.

Ada tiga barista yang melayani siang itu, di antaranya Sipa dan Nur Fatimah.

“Senang bisa jadi barista, jadi punya pengalaman baru,” ujar Sipa kepada Kompas.com di tengah kesibukannya meracik kopi.

Sipa mengatakan, untuk menjadi barista, ia mengikuti pelatihan yang diselenggarakan di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung.

Pelatihan berlangsung empat bulan secara gratis. Ia bersama perempuan disabilitas netra lainnya dilatih oleh barista profesional.

Mereka belajar berbagai hal, mulai dari mengenal, meracik, hingga menyajikan kopi. Mereka pun harus mempelajari berbagai alat yang digunakan.

Bukan hal mudah bagi Sipa dan teman-temannya belajar menjadi barista.

Pengelihatan yang terbatas membuat mereka harus berjuang lebih keras dan teliti. Mereka seperti harus menggunakan mata hati-nya dalam bekerja.

Misal saat menuangkan susu pada racikan kopi dalam gelas. Mata mereka harus lebih dekat dengan gelas untuk memastikan takarannya benar, dan tidak ada susu yang tumpah atau berlebih.

Begitu pun saat mereka menimbang kopi. Mereka harus super teliti untuk memastikan angka di timbangan pas dengan jumlah kopi yang diinginkan.

Sebab, jika takarannya kurang atau salah, rasa dari kopi racikannya akan berubah.

Untuk itu mereka berharap adanya peralatan seperti timbangan yang memudahkan barista disabilitas netra. Misalnya dengan mengeluarkan suara ketika di-setting pada takaran tertentu.

Tak hanya itu, pekerjaan lainnya seperti mencuci gelas, harus dilakukan lebih seksama agar tidak ada kotoran yang tersisa di gelas.

Ketelitian tersebut membuat proses meracik satu gelas kopi kadang membutuhkan waktu lebih lama dibanding barista di kafe lainnya.

Pemberdayaan perempuan disabilitas

Staf BRSPDSN Wyata Guna Bandung, Dewi Yuliawati mengatakan, kafe ini salah satu bentuk kerja sama Kementerian sosial melalui Wyata Guna dengan Siloam Center for The Blind of Korea.

Proyek dari kerja sama itu berupa pemberdayaan perempuan disabilitas netra karena mereka lebih rawan dan sulit mencari pekerjaan.

Ada beberapa program yang dijalankan. Mulai dari pelatihan barista selama empat bulan, hingga pendirian tiga kafe. Untuk rencana itu, sekarang baru satu kafe yang didirikan.

“Penandatanganan kerja sama Maret 2018. Pembangunan kafe sendiri November dan diresmikan 14 Desember 2019,” ungkap Dewi.

Setelah dibuka, pengunjungnya membludak dan di luar perkiraan. Bahkan ada kalanya para barista ini sulit untuk beristirahat.

“Saya melihat (ramainya kafe) salah satunya karena rasa kepedulian masyarakat untuk memberdatakan kehidupan penyandang disabilitas sensorik netra,” tutur Dewi.

Saat ini sudah ada dua angkatan. Pada 27 Januari 2020, pihaknya akan memulai pelatihan angkatan ketiga.

Peserta bebas dari daerah mana pun, baik perempuan ataupun laki-laki.

Semua pelatihan berjalan gratis. Syaratnya, lulus administrasi, mengikuti proses assassment, kemudian dipilih oleh penyelenggara untuk dilatih oleh barista profesional Indonesia.

“Dalam pelatihan ini mereka dapat sertifikat internasional. Jadi kalau mereka mau, mereka bisa bekerja di luar negeri dengan sertifikat itu,” ungkap Dewi.

Lewat kegiatan ini, pihaknya ingin memperlihatkan bahwa disabilitas bisa bekerja selain pekerjaan yang biasa dilakukan tuna netra seperti pijat dan menari.

Kafe ini pun mengajak semua orang untuk peduli sesama. Seperti slogan dari kafe ini, ‘secangkir kopi yang anda minum menciptakan pekerjaan untuk para penyandang disabilitas’.

Beberapa ornamen tambahan pun sengaja dipasang untuk memberitahu bahwa barista di Cafe More disabilitas.

Seperti “kakak, terima kasih bantuannya untuk memesan dan mengambil orderannya langsung di tempatnya. Karena barista kami adalah penyandang disabilitas tunanetra”.

Mengenai penghasilan mereka menjadi barista, Dewi menyebutkan, pendapatan yang diberikan berusaha mencapai bahkan melebihi UMK Kota Bandung.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/01/23/132436520/cafe-more-saat-secangkir-kopi-diracik-dengan-mata-hati

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke