Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pijakbumi, Berawal dari Hilang Sepatu hingga Berjaya di Italia...

“Berawal dari sepatu saya hilang di kosan di daerah Taman Sari (Kota Bandung),” ujar pria yang akrab disapa Fales ini kepada Kompas.com, belum lama ini.

Mendapati sepatunya hilang, Fales termenung. Ia kemudian berjalan-jalan ke sentra sepatu Cibaduyut.

Niatnya ingin membeli sepatu kulit, namun urung karena harga yang mahal. Ia kembali ke kamar kos-nya dengan tangan kosong.

Ia berpikir keras, bagaimana cara mengganti sepatu yang hilang.

Lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) ini akhirnya membuat sepatu.

Tak disangka, sepatu buatannya diminati teman-temannya.

Dari sana, dia mulai berbisnis sepatu. Ia lalu memasarkan kreasinya lewat jejaring online, namun hasilnya negatif.

Sebab, sepatu yang ia jual seharga Rp 200.000-400.000 saat itu, kalah bersaing dengan harga sepatu yang jauh lebih murah.

“Saya bangkrut karena sepatu saya tidak memiliki nilai jual,” tutur Fales.

Tak ingin menyerah, Fales kembali berinovasi. Mulai dari bahan, cara pembuatan, hingga desain.

Ia lalu menemukan artikel yang menyebutkan, industri fesyen adalah salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia, termasuk limbah pembuatan sepatu kulit.

“90 persen pembuatan sepatu kulit di dunia diproses melalui proses kimiawi dan menggunakan bahan yang berdampak sangat buruk bagi alam dan manusia,” ucapnya.

Dari pemikiran tersebut, lahirlah Pijakbumi, sepatu ramah lingkungan yang fashionable.

Sepatu ini menggunakan bahan kulit natural dan disamak dengan menggunakan ekstrak tumbuhan.

“Tumbuhannya bernama Kenaf. Tumbuhan ini mengeluarkan oksigen delapan kali lebih banyak dibanding pohon lainnya."

"Kenaf tumbuh di daerah tropis. Kami menenun kenaf dengan benang-benang,” tutur dia.

Ia pun tidak menggunakan bahan kimia dalam pembuatan sepatunya. Bahkan ia hanya menggunakan mesin jahit kaki agar proses pembuatannya lebih ramah lingkungan.

Karena itu pula, sepatu PijakBumi tidak banyak memperlihatkan jahitan. Sepatunya lebih mengandalkan proses cutting yang halus.

“Pijakbumi lahir sebagai inisiator dalam industri sepatu yang menggabungkan tiga pilar yaitu orisinalitas desain, material ramah lingkungan, dan mempromosikan kearifan kerajinan lokal,” tutur dia.

Hal ini beriringan dengan rencana aksi global Sustainable Development Goals (SDGs).

Pijakbumi mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.

Kini, sepatunya sudah menembus lima benua dan membawa Indonesia mendunia.

Yang terbaru, Pijakbumi membuat Rowland Asfales meraih penghargaan Emerging Designer The MICAM Milano 2020.

Emerging Designer merupakan penghargaan yang diberikan pada 12 desainer sepatu dari seluruh dunia berdasarkan konsep inovatif yang diusung setiap desainer.

MICAM Milano adalah pameran perdagangan internasional industri profesional alas kaki yang diselenggarakan di Fiera Milano Rho, Italia.

Setiap tahunnya, MICAM Milano diikuti 1.400 perusahaan dari 30 negara di seluruh dunia dengan trafik rata-rata 45.000 pengunjung dari 130 negara.

Mengenai nama PijakBumi, Rowland mengatakan kata itu berasal dari sebuah riset.

Dalam riset tersebut, ketika seseorang stres maka berjalanlah tanpa alas kaki untuk menetralkan diri.

Dengan filosofi tersebut, ia berharap para pengguna sepatu PijakBumi merasakan proses penetralan diri itu. Begitulah...

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/03/06/180025720/pijakbumi-berawal-dari-hilang-sepatu-hingga-berjaya-di-italia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke