Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Membentuk Anak Cerdas dengan Stimulasi Sejak Dini

KOMPAS.com - Banyak orangtua yang berlomba-lomba memasukkan anak ke sekolah favorit agar anak menjadi cerdas.

Padahal, membentuk anak cerdas bukan hanya dipengaruhi faktor pendidikan, namun juga stimulasi yang didapatkannya sejak ia lahir ke dunia, atau yang dinamakan stimulasi dini.

Stimulasi adalah rangsangan suara (auditori), visual, sentuhan, kinestetik yang diberikan sejak otak bayi mulai berkembang (sejak lahir).

Tujuan stimulasi adalah merangsang kualitas dan kuantitas sel-sel otak agar dapat bekerja dan berfungsi secara optimal.

Meski demikian, stimulasi untuk anak tidak bisa disamaratakan. Orangtua harus mengenali kematangan otak anak, agar dapat memberi jenis dan cara stimulasi yang tepat sesuai usianya, serta merasakan manfaat dari stimulasi ini.

Manfaat stimulasi dini terhadap anak

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan orangtua untuk lebih giat menstimulasi anak mulai dari lahir hingga usianya menginjak 3 tahun, karena saat itulah otak terus membentuk hubungan antarsel.

Pembentukan dan aktivitas hubungan antarsel ini dapat diintervensi dengan stimulasi (rangsangan) dari lingkungan.

Semakin bervariasi stimulasi yang diterima anak, semakin kompleks hubungan antarsel otak. Dan, semakin sering dan teratur rangsangan itu diterima, semakin kuat hubungan antarsel.

Dengan kata lain, semakin kuat dan kompleks hubungan antarsel, semakin tinggi dan bervariasi tingkat kecerdasan anak di kemudian hari.

Jika orangtua terus memberi stimulasi yang tepat terhadap anak, maka semakin besar kemungkinan anak akan memiliki variasi kecerdasan di kemudian hari.

Bagaimana bentuk stimulasi yang mencetak anak cerdas?

Memberi stimulasi bukan berarti memberikan banyak mainan edukasi kepada anak, atau mengikutkannya pada banyak sekolah atau kursus.

Sebaliknya, gerakan sederhana seperti menyentuh bayi dengan rasa sayang sudah bisa dikatakan sebagai bentuk stimulasi, yang menandakan bahwa ia mendapat kasih sayang dari orangtuanya.

Selebihnya, kita dapat melakukan stimulasi terhadap bayi atau anak-anak sesuai dengan usianya. Berikut beberapa contoh stimulasi berdasarkan usia yang dapat dijadikan rujukan:

Bayi berusia 0-3 bulan

  • Menyentuh bayi dengan kasih sayang
  • Memberikannya pijatan
  • Menggendong dan mengatun-ayunkannya
  • Menatap matanya
  • Mengajaknya bercanda
  • Membuatnya tengkurap (tummy time).

Bayi berusia 3-6 bulan

  • Memanggil nama si bayi
  • Melihat cermin
  • Bermain cilukba
  • Melatih untuk berguling dan duduk
  • Memegang dan bermain dengan mainan.

Bayi berusia 6-9 bulan

  • Memanggil nama bayi dan melambaikan tangan
  • Menunjuk objek
  • Bersalaman dan tepuk tangan
  • Memegang gelas dan minum dari gelas
  • Melatih duduk tegak
  • Melatih berdiri sambil berpegangan.

Bayi berusia 9-12 bulan

  • Melatih bicara satu suku kata (misalnya mama, papa, mimi, bobo)
  • Menggelindingkan bola
  • Corat-coret
  • Meniru mimik orangtua
  • Melatih berdiri dan berjalan.

Anak usia 12-18 bulan

  • Menunjuk gambar atau objek
  • Menggabungkan kata
  • Menyusun balok dan puzzle
  • Menggunakan sendok
  • Bermain dengan boneka
  • Meniti tangga (dengan dampingan orangtua)
  • Membungkuk
  • Berjalan mundur
  • Berlari dan menendang bola.

Anak usia 18-24 bulan

  • Mengenalkan nama-nama bagian tubuh
  • Membacakan buku cerita
  • Bermain musim
  • Tahu nama-nama kegiatan sehari-hari
  • Bermain lilin mainan
  • Mencuci dan mengeringkan tangan
  • Membuka pakaian
  • Melempar bola
  • Melompat
  • Menggosok gigi.

Anak usia 24-36 bulan

Melakukan stimulasi anak secara spesifik

Selain melakukan stimulasi dasar seperti di atas, orangtua juga dapat mempertajam skill yang ingin ditanamkan pada anak. Berikut beberapa contohnya:

Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal, sering ajak anak berbicara, bacakan cerita, atau menyanyikan lagu anak.

Untuk melatih kecerdasan logika dan matematika, ajak anak mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, dan bermain halma. Anda juga dapat memilihkan mainan seperti halma, congklak, sempoa, catur, kartu, puzzle, monopoli, dan lain-lain.

Untuk mengembangkan kecerdasar visual-spasial, ajak anak mengamati gambar, foto, merangkai, dan membongkar lego. Libatkan ia dalam aktivitas dasar seperti melipat, menggunting, dan menggambar.

Untuk melatih fisik, ajak ia banyak bergerak dan lakukan variasi seperti berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, melompat, melempar, menangkap, menari, olahraga, dan lain-lain.

Untuk merangsang kecerdasan bermusik, ajak ia untuk mendengarkan lagu, bernyanyi, memainkan alat musik, dan mengikuti irama.

Untuk melatih kecerdasan emosi interpersonal, biarkan ia main dengan anak yang lebih muda atau lebih tua maupun berberda agama serta suku. Ajarkan juga anak untuk mengalah, bekerja sama, dan meminjamkan mainan.

Untuk melatih kecerdasan emosi intrapersonal, biarkan anak bercerita tentang kegiatannya, mencurahkan isi hatinya, serta berimajinasi.

Untuk merangsang kecerdasan naturalis, ajak ia menanam biji dan merawatnya hingga tumbuh, memelihara tanaman di pot, memelihara binatang, wisata alam, dan lain-lain.

Perlu diingat bahwa anak cerdas tidak dibentuk dalam semalam. Butuh kesabaran dan ketekunan orangtua untuk memberi stimulasi yang tepat sehingga anak dapat memiliki kecerdasan yang bervariasi.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/06/02/122725320/membentuk-anak-cerdas-dengan-stimulasi-sejak-dini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke