Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jangan Tunggu Vaksin Covid-19 Datang, Terapkan Pola Hidup 3M Segera

KOMPAS.com – Melansir Kompas.com, Kamis (5/10/2020), di Indonesia pemberian vaksin Covid-19 nantinya akan diprioritaskan kepada sejumlah kelompok masyarakat.

Berdasarkan paparan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada lima kelompok masyarakat yang menjadi sasaran prioritas vaksinasi Covid-19.

"Kelompok tersebut adalah garda terdepan, tokoh agama/masyarakat, perangkat daerah, guru/tenaga pendidik, aparatur pemerintah, dan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan PBI (Penerima Bantuan Iuran)," ujar Dirjen P2P.

Sementara itu, masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya berada di urutan paling bawah.

Oleh karenanya, sebagai langkah awal membentengi diri dari Covid-19 sebaiknya kita terapkan pola hidup 3M. Pola 3M yang dimaksud adalah menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.

Menerapkan pola hidup tersebut dinilai efektif sebagai langkah awal dalam mencegah penularan Covid-19. Bahkan, menurut Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, jika kita disiplin 3M dalam tiga minggu maka hasilnya pun dapat menurunkan kasus positif sebanyak 50 persen.

Namun, untuk mengubah pola hidup manusia sama sekali bukan perkara mudah. Seperti halnya para ilmuwan dalam menemukan vaksin, butuh hitungan tahun lamanya.

Untuk itu, mulai dari sekarang tanamkan kesadaran masing-masing pola hidup 3M agar kita dapat menghapus jejak Covid-19 di Indonesia.

Kesiapan pemerintah menggalakkan 3M

Selain masyarakat, pemerintah turut berperan besar dalam menggalakkan pola 3M. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah “intervensi fisik” untuk mempercepat perubahan perilaku.

Sebenarnya ada beberapa masalah yang harus cepat ditangani pemerintah dalam upaya penerapan 3M agar berjalan lancar.

Terkait masker misalnya, apakah ketersediaan masker sudah betul-betul memadai? Ini merupakan kendala utama bagi warga kurang mampu secara ekonomi.

Pasalnya di tengah pandemi sekarang ini, membeli masker untuk harian dapat menjadi prioritas kesekian setelah kebutuhan pangan tercukupi.

Untuk itu, pemerintah perlu mengupayakan benda penting itu hadir sebanyak-banyaknya untuk warga.

Masalah kedua adalah perilaku mencuci tangan pakai sabun. Kita juga patut bertanya apakah akses fasilitas cuci tangan pakai sabun sudah memadai di berbagai sarana publik?

Misalkan belum cukup tersedia, maka sekali lagi, negara dan warga secara kolektif perlu mengupayakan tempat cuci tangan untuk memudahkan warga membiasakan diri mencuci tangan pakai sabun.

Sering kali banyak warga yang menunda kebutuhan cuci tangan karena fasilitas cuci tangan pakai sabun tidak mudah ditemukan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, menunjukkan hanya 76,07 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses fasilitas cuci tangan umum dengan menggunakan sabun.

Adapun dari 34 provinsi, tidak ada satupun provinsi yang mencatat angka di atas 90 persen. Bahkan dilansir dari Jakarta Post, Selasa (24/3/2020), Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta baru mencapai 73,18 persen dalam akses fasilitas cuci tangan.

Dalam situasi yang tidak biasa seperti sekarang, masker dan fasilitas cuci tangan perlu hadir dengan jumlah yang juga tidak biasa.

Pihak pemerintah patut mempertimbangkan untuk mengupayakan dua atau lebih fasilitas umum cuci tangan pakai sabun di setiap satuan terkecil dalam masyarakat seperti di tingkat RT.

Selanjutnya, untuk pertanyaan serupa juga dapat kita ajukan terkait protokol menjaga jarak aman.

Dalam mengatasi kondisi ini diperlukan aparatur negara dengan dukungan relawan untuk hadir mengingatkan setiap terjadi kerumunan.

Adapun kehadiran petugas dan relawan ini adalah solusi sementara hingga kesadaran masyarakat semakin terbentuk.

Penerapan 3M lewat sosial media dan fasilitas publik

Pada era modern ini, sosial media berperan aktif dalam menyuarakan penerapan 3M pemerintah selain dengan menggemborkan ajakan terbuka dalam bentuk fasilitas publik.

Fasilitas publik seperti spanduk, poster dapat dipasang pada setiap mulut gang, perumahan, serta berbagai fasilitas publik dalam jumlah yang massif.

Langkah-langkah seperti ini kiranya dapat melengkapi seruan-seruan massif kampanye di berbagai media massa.

Dengan begitu, gagasan tentang “masker”, “cuci tangan pakai sabun”, “menjaga jarak” tidak lagi sekadar berada di layar televisi atau di layar monitor ponsel. Tetapi dapat hadir pula secara fisik dalam lingkup terkecil masyarakat kita.

Senjata komunitas sebagai jembatan terakhir

Apabila penerapan lewat sosial dan fasilitas tidak berjalan baik, kontrol sosial di tingkat komunitas dapat menjadi senjata terakhir dalam menerapkan pola 3M.

Seperti diketahui, tradisi bersosialisasi masyarakat Indonesia masih berjalan hingga kini dan tidak ditemukan di tempat lain. Ini adalah salah satu keunggulan bangsa kita, mungkin satu-satunya bangsa di dunia yang sangat "social minded”.

Dalam lingkup komunitas, biasa muncul rasa segan atau malu kepada orang yang dituakan sehingga metode dari arahan tetua cukup efektif sebagai faktor pengubah perilaku bagi masyarakat.

Gerakkan lebih lanjut, kontrol dari komunitas terkecil dapat menjadi strategi tingkat pertama sebelum didukung oleh operasi yustisi di tingkat yang lebih luas seperti di lingkup provinsi.

Pasalnya, sumber daya aparat yang kita miliki tidak akan mampu mengontrol seluruh pergerakan warga.

Kita dapat berkaca dari penerapan denda dan hukuman sosial para pelanggar protokol. Adapun perihal itu dinilai tidak efektif dan sering memicu kontroversi serta polemik baru di masyarakat.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/06/220722520/jangan-tunggu-vaksin-covid-19-datang-terapkan-pola-hidup-3m-segera

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke