Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penyebab Anak Stunting Tak Cuma Faktor Kurang Gizi

KOMPAS.com – Prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi, yakni hampir 30 persen. Pemerintah pun menargetkan untuk menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan jajarannya agar mengambil langkah-langkah luar biasa dalam menangani stunting. Sebab, anak yang telanjur mengalami stunting, maka perkembangan otaknya tidak bisa optimal hingga dewasa. Kondisi itu akan memengaruhi produktivitas sumber daya manusia.

Menurut Prof.Dr.dr. Aman B Pulungan Sp.A (K), tidak semua anak pendek merupakan anak stunting. Selain itu, ada berbagai faktor yang menyebabkan anak stunting, tidak cuma karena kekurangan gizi.

“Stunting erat dikaitkan dengan masalah nutrisi, tetapi hubungan antara nutrisi dan pertumbuhan linear masih diperdebatkan,” kata Aman yang menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai guru besar dengan judul ‘Penuntasan Stunting pada Anak sebagai suatu permasalahan Multi-Faktorial : Medis, Sosial, Ekonomi, Politik dan Emosional’.

Ia menyebutkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa intervensi berupa peningkatan asupan gizi tidak dapat memperbaiki pertumbuhan linear secara bermakna.

Penelitan yang dilaksanakan di Nusa Tenggara Barat menunjukkan pemberian makanan tambahan kepada anak stunted tidak menghasilkan kenaikan berat badan dan tinggi badan yang signifikan.

Demikian juga penelitian lain di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, dan Bali.

“Penyebab perawakan pendek anak-anak ini mungkin disebabkan oleh hal lain. Penggunaan stunting sebagai indikator status gizi dapat mengalihkan perhatian dari masalah lingkungan dan sosial yang memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan anak,” ujar Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia ini.

Para ahli mengemukakan pemikiran bahwa masalah stunting bukan hanya nutrisi, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, politik, dan emosional.

Kesenjangan sosial dan kurangnya kesempatan mobilisasi sosial di suatu populasi diduga lebih berkontribusi pada pendeknya tinggi badan.

Studi tentang pertumbuhan anak balita Korea Utara dan Korea Selatan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa anak balita di Korea Selatan lebih tinggi 6-7 cm dibandingkan Korea Utara.

Populasi Jerman Timur juga lebih pendek jika dibandingkan populasi Jerman Barat sebelum Tembok Berlin diruntuhkan.

”Berdasarkan berbagai penelitian, dalam mengatasi stunting dan meningkatkan kesehatan anak Indonesia perlu melihat faktor sosial, ekonomi, politik, dan emosional. Pencegahan dan deteksi dini sangat penting dalam manajemen gangguan pertumbuhan seperti stunting, sehingga sistem yang sudah berjalan di Indonesia berpotensi untuk ditingkatkan, misalnya penggunaan buku KIA dan pemanfaatan Posyandu,” papar Aman.

Di era teknologi, penggunaan aplikasi untuk memantau tumbuh kembang anak juga penting sehingga orangtua dapat melakukan upaya deteksi dini jika anaknya mengalami gangguan pertumbuhan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/03/15/175106720/penyebab-anak-stunting-tak-cuma-faktor-kurang-gizi

Terkini Lainnya

Bukan Jarang Bertengkar, Ini Satu Tanda Hubungan Sehat yang Sering Terlewat Menurut Psikolog
Bukan Jarang Bertengkar, Ini Satu Tanda Hubungan Sehat yang Sering Terlewat Menurut Psikolog
Relationship
Lebih Ringan dan Resposif, Puma Andalkan Teknologi Nitrofoam untuk Sepatu Lari
Lebih Ringan dan Resposif, Puma Andalkan Teknologi Nitrofoam untuk Sepatu Lari
Wellness
Mengenal Hydroxyapatite, Kandungan Pasta Gigi yang Bisa Memperkuat Enamel
Mengenal Hydroxyapatite, Kandungan Pasta Gigi yang Bisa Memperkuat Enamel
Wellness
Michael Kors Hadirkan Nuansa Liburan Musim Dingin yang Glamour
Michael Kors Hadirkan Nuansa Liburan Musim Dingin yang Glamour
Fashion
Tips Memilih Pasta Gigi yang Aman, Termasuk Pilih yang Bisa Mencegah Plak
Tips Memilih Pasta Gigi yang Aman, Termasuk Pilih yang Bisa Mencegah Plak
Wellness
Rita Berhasil Turunkan Berat Badan Tanpa Olahraga Berat, Dimulai dari Mengubah Pola Makan
Rita Berhasil Turunkan Berat Badan Tanpa Olahraga Berat, Dimulai dari Mengubah Pola Makan
Wellness
Bisakah Obat Kumur dan Benang Floss Menggantikan Pasta Gigi?
Bisakah Obat Kumur dan Benang Floss Menggantikan Pasta Gigi?
Wellness
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Wellness
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Fashion
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Parenting
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
Wellness
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
Wellness
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Fashion
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Wellness
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Beauty & Grooming
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com