Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Kembang Bangah, Motif Batik Sarat Kritik Karya Go Tik Swan

Pria bernama asli KRT Hardjonagoro ini dikenal luas karena kiprahnya menciptakan batik Indonesia yakni corak yang memadukan tiga arus besar motif batik di Pulau Jawa.

Hampir semua Presiden Indonesia gemar mengenakan batik buatannya, termasuk Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun tak ada yang bisa menggantikan kedekatan Presiden Soekarno dengan alumni Universitas Indonesia ini.

Pada masa Pemerintah Soekarno, Go Tik Swan memang diberikan banyak kesempatan untuk mengembangkan batik sebagai kekayaan budaya Bangsa Indonesia.

Awalnya ia dijadikan staf ahli kebudayaan karena wawasannya akan tari, batik, dan keragaman budaya Jawa lainnya.

Setelah itu, ia rutin dijadikan anggota Panitia Negara Urusan Penerima Kepala Negara Asing yang bertanggung-jawab menyelenggarakan pameran batik di Istana Negara.

Presiden Soekarno dikenal sebagai salah satu pelanggan utama yang bersedia membeli semua motif buatan pria keturunan tionghoa ini.

Setelah Soekarno wafat, ia sempat kehilangan gairah merancang batik. Ia bahkan merasa tersisih, tidak dihargai dan jerih payahnya sia-sia.

Pemerintah dinilainya hanya menjadikan batik sebagai produk bisnis semata, tanpa memedulikan aspek budayanya.

Sebagai wujud protesnya, lahirlah motif batik kembang bangah yang merupakan salah satu kebanggaan terbesarnya.

“Kembang bangah adalah bunga yang tumbuh di comberan. Karena mekar di tempat kotor dan berbau busuk, ia dijauhi orang,” ujar dia seperti dikutip dari laman Desain Grafis Indonesia.

Hasil karya ini tercurah dari bentuk protes dan ekspresi kecewa terhadap kemerosotan budaya yang dilihatnya terjadi selama pemerintahan orde baru.

Bukan hanya indah, motifnya juga sarat makna yang relevan dengan kondisi sosial budaya saat itu.

Dalam riset Universitas Sebelas Maret tahun 2006, dijelaskan unsur ragam hiasnya terdiri dari belah ketupat, segitiga dan isen-isen.

Secara keseluruhannya, motifnya meniru bentuk alam.

Seperti yang disebutkan di atas, nama batik ini diambil dari nama bunga kecil makanan ular yang banyak tumbuh di sekitar selokan.

Alasan Hardjonagoro memakai kembang bangah sebagai motif batik, karena ia merasa hidup di tengah kubangan kotoran, sebab budaya tidak lagi dihargai.

“Everything is sale for money," kata dia lagi.

Simbol belah ketupat yang jadi motif bakunya melambangkan tolak bala.

Sedangkan bentuk segitiga melambangkan permohonan keselamatan artinya harapan agar kebobrokan dalam kebudayaan yang semuanya dihargai dengan uang dapat berangsur membaik.

Warna yang dipakai juga memiliki perlambangan yang berbeda sesuai harapan maestro ini.

Biru tua, misalnya, melambangkan rasa amarah dan kekecewaan yang terinspirasi dari Serat Kala Tida karya R. Ng. Ronggowarsito.

Sedangkan warna cokelat muda melambangkan kekecewaan, dikutip dari Gesang dalam syairnya yang berjudul Caping Gunung.

Penelitian berjudul Semiotika Visual dalam Pertukaran Tanda dan Makna Sosial Politik pada Batik Karya Hardjonargoro Go Tik Swan menyatakan ada makna perspektif simbolik yang mendalam pada corak ini.

Bentuknya merupakan persatuan tanda yang dmegahkan, warna suram yang dicerahkan, dan susunan motif yang teratur.

Secara simbolik, ini mencerminkan kepalsuan kondisi sosial politik yang sedang berlangsung pada masa itu, sebagai kritik sosial terhadap pemerintah yang berkuasa.

Cara ini menunjukkan karakternya sebagai pelaku kebudayaan Jawa yang tetap halus namun berani menyampaikan kritik pada penguasa.

Hal ini sebenarnya tidak mengherankan karena dia memiliki persamaan pandangan dengan Soekarno.

Keduanya pernah memiliki konsep serupa tentang kehidupan kebangsaan yang menerjemahkan konsep kerakyatan yang diiinginkan Soekarno.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/05/11/131359220/kisah-kembang-bangah-motif-batik-sarat-kritik-karya-go-tik-swan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke