Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tak Sama, Henti Jantung dan Serangan Jantung

Kedua penyakit ini sama-sama menimbulkan akibat yang fatal, namun kondisi setiap penyakit tersebut berbeda.

Kita perlu memahami gejala, penyebab, dan faktor risiko terkait henti jantung dan serangan jantung agar bisa mendapatkan bantuan dan penanganan yang tepat.

1. Henti jantung lebih berbahaya

Henti jantung adalah kondisi di mana jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh karena tidak berdetak secara efektif.

Individu yang mengalami henti jantung akan kehilangan kesadaran dalam hitungan detik, dan bisa meninggal dunia jika tidak segera ditangani dalam beberapa menit.

Faktanya, henti jantung berakibat fatal lebih dari 89 persen dibandingkan serangan jantung.

Di saat darah tidak mengalir ke seluruh tubuh, organ lain kekurangan oksigen.

Hal ini bisa sangat membahayakan otak, dan cedera neurologis sering terjadi pada mereka yang selamat dari henti jantung.

Sementara itu, serangan jantung merupakan penyumbatan di arteri yang mencegah darah mengalir ke jantung, dan memicu kerusakan pada otot.

Gejala serangan jantung termasuk nyeri dada dan sesak yang dapat menyebar melalui leher, rahang, dan bahu kiri.

Serangan jantung bisa disertai mual, pusing, sesak napas, dan berkeringat, tetapi jarang mengakibatkan seseorang pingsan seperti gagal jantung.

Sekitar 20 persen kasus serangan jantung tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Serangan jantung besar (major heart attack) akan membuat arteri tersumbat, dan memerlukan perawatan segera.

Serangan jantung yang parah bahkan dapat memicu henti jantung, atau gagal jantung (kondisi di mana jantung gagal memberikan darah ke tubuh, namun tidak sepenuhnya berhenti berdetak).

2. Terdapat berbagai faktor risiko dan gejala

Menurut Emily Zeitler, MD, ahli jantung di Dartmouth-Hitchcock Medical Center, henti jantung terjadi ketika denyut listrik (electric pulse) yang mengontrol detak jantung mengalami kerusakan.

Hal ini dapat menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti berdetak atau berdetak cepat sehingga tidak dapat memompa darah.

"Sebagian besar serangan jantung tidak memicu serangan jantung," kata Zeitler.

Namun, ketika kerusakan akibat berkurangnya aliran darah ke jantung menyebabkan jantung berhenti berdetak, henti jantung bisa terjadi.

Bagi individu yang pernah terkena serangan jantung sebelumnya, risiko individu tersebut untuk mengalami henti jantung akan meningkat.

Sebesar 75 persen kematian akibat henti jantung terkait dengan serangan jantung sebelumnya.

Lalu, 80 persen kematian akibat henti jantung dikaitkan dengan penyakit jantung koroner.

Umumnya, henti jantung dapat terjadi pada individu setelah ia mengalami serangan jantung sekitar enam bulan sebelumnya.

Gagal jantung dan komplikasi kardiovaskular lainnya juga dapat meningkatkan risiko henti jantung.

3. Penanganan

Dalam kasus henti jantung, jantung harus dipompa kembali dalam beberapa menit menggunakan metode CPR atau perangkat defibrilator.

Peluang individu bertahan dari henti jantung akan menurun jika episode henti jantung berlangsung lama.

Apabila individu sudah mengalami henti jantung selama sekitar delapan menit dan 24 detik, peluang individu tersebut untuk bertahan hidup hanya 10 persen.

Mereka yang mengalami henti jantung namun segera memeroleh pertolongan memiliki kemungkinan untuk selamat dari insiden tersebut tiga kali lipat.

Setelah korban henti jantung berhasil diselamatkan, maka dokter akan mengidentifikasi dan mengurangi penyebab korban mengalami henti jantung.

Pasien yang berisiko tinggi terkena henti jantung biasanya dilengkapi implan cardioverter-defibrillator (ICD), perangkat yang mengembalikan ritme detak jantung menjadi normal.

Di sisi lain, perawatan untuk pasien serangan jantung tergantung pada posisi dan ukuran penyumbatan.

Terkadang penyumbatan bisa dibersihkan dengan terapi trombolitik menggunakan obat-obatan untuk memecah gumpalan.

Pasien yang mengalami serangan jantung juga dapat diberikan perangkat medis (stent) yang ditempatkan menggunakan kateter dan menopang arteri terbuka, untuk memastikan aliran darah menuju jantung.

Setelah penyumbatan diobati, banyak pasien serangan jantung diberi resep obat untuk mengurangi kolesterol atau mencegah pembekuan.

Dokter juga akan merekomendasikan perubahan gaya hidup, seperti mengurangi makanan berlemak dan berolahraga secara teratur.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/08/21/060000620/tak-sama-henti-jantung-dan-serangan-jantung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke