Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perselingkuhan Terjadi Bukan Cuma karena Penampilan atau Harta, melainkan Juga Mental Pelaku

KOMPAS.com - Isu perselingkuhan belakangan ini sedang ramai diperbincangkan di media sosial, apalagi karena kasus yang terjadi pada beberapa figur publik.

Alasan di balik perselingkuhan pun beragam, tetapi isu mengenai orang ketiga sudah tidak asing didengar oleh masyarakat. Tidak sedikit juga yang trauma atau tidak ingin menikah akibat paparan isu negatif ini.

Namun, tahukah kamu, alasan seseorang berselingkuh bukan semata hanya karena ada orang yang lebih menarik daripada pasangannya atau lebih kaya.

Rupanya, kondisi lain seperti kesehatan otak dan kondisi mental memiliki hubungan erat yang berkesinambungan atas terjadinya perselingkuhan.

Hal ini disampaikan oleh Coach Pris, CEO Stress Management Indonesia, yang mengangkat dan menghubungkan isu perselingkuhan dengan kondisi mental, pada hari kesehatan mental dunia.

Menurut dia, terdapat 4 alasan berbasis neuroscience mengapa seseorang berselingkuh.

1. Rasa candu akan euforia cinta

Minimal sekali dalam hidup, pasti kamu pernah mengalami yang namanya jatuh cinta dan tergila-gila akan seseorang bukan? Perasaan itu memang membawa euforia untuk diri kamu, apalagi saat orang tersebut mempunyai perasaan yang sama.

Menurut studi yang dilakukan oleh ahli saraf, setelah 6 bulan hingga 2 tahun, rasa yang menggebu-gebu tersebut akan berubah menjadi cinta dan komitmen lebih dalam. Namun, ada pula yang akhirnya malah berkurang perasaan cintanya.

Melihat hal ini, banyak terapis yang mengatakan bahwa perselingkungan bisa terjadi akibat berkurangnya intensitas cinta serta euforia pada pasangannya.

Kurangnya euforia tersebut bisa menjadi dorongan bagi seseorang untuk mencari pasangan lain agar intensitas cinta dapat muncul kembali. Tidak menutup kemungkinan, seseorang akan terus mencari euforia cinta baru meskipun sudah menikah.

2. Kehilangan sirkuit kontrol diri

Sirkuit kontrol diri dikenal sebagai sistem penyeimbang antara otak limbik dengan korteks prefrontal (PFC). Otak limbik merupakan bagian yang memotivasi seseorang untuk mencari aktivitas nan menyenangkan, sedangkan otak PFC berfungsi untuk membuat seseorang berpikir dua kali sebelum terlibat dalam perilaku beresiko, perselingkuhan salah satunya.

Nah, ketika keduanya tidak seimbang, aktivitas PFC rendah akan menyebabkan seseorang menyerah terhadap keinginan impulsif, tanpa memikirkan konsekuensinya.

Sedangkan sebaliknya, sirkuit kontrol diri yang kuat bisa membantu menghentikan seseorang untuk tidak melakukan aktivitas berisiko.

Berdasarkan studi pencitraan otak, seseorang yang memiliki aktivitas PFC rendah lebih memungkinkan untuk bercerai. Salah satu cara untuk mengeceknya melalui program tertentu, seperti Brain Health Assessment dari Stress Management Indonesia.

3. Faktor testosteron yang tinggi

Alasan lain di balik seseorang melakukan perselingkuhan adalah akibat faktor testosteron yang tinggi. Adapun testosteron umumnya terlibat dalam suasana hati, motivasi, dan seksualitas.

Maka dari itu, mereka yang memiliki testosteron tinggi lebih memungkinkan untuk melakukan perselingkuhan. Terlebih lagi, tingkatan yang tinggi juga dikaitkan dengan empati yang lebih rendah dan hawa nafsu yang besar sehingga bisa menjadi dorongan untuk berselingkuh.

4. Perbedaan pada otak

Terakhir, ada sebuah studi pencitraan otak yang menemukan bahwa gambaran otak seseorang yang setia akan berbeda dengan mereka yang suka selingkuh. Bagaimana bisa?

Ketika seseorang melihat gambar romantis seperti berpegangan tangan atau menatap mata satu sama lain, aktivasi otak antara yang setia dan tidak setia akan berbeda. Rupanya, orang yang setia akan menunjukkan lebih banyak aktivitas saraf terkait hadiah saat melihat gambar romantis, dibandingkan dengan orang yang tidak setia.

Meskipun terdapat faktor kesehatan otak dan permasalahan mental yang dapat memicu tindakan perselingkuhan, Coach Pris tetap menyatakan bahwa ada hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

Salah satunya, saling mengenal kondisi satu sama lain sebelum menikah, dengan ini kamu dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Coach Pris percaya bahwa pasangan nan sehat akan membentuk keluarga yang memiliki pemikiran sehat juga. Maka dari itu, revolusi mental di Indonesia dapat dimulai dengan memperbaiki kondisi unit terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/10/17/060600420/perselingkuhan-terjadi-bukan-cuma-karena-penampilan-atau-harta-melainkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke