Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Daily Dose of Sunshine": Mengenal Serangan Panik dan Cara Mengatasinya

DAILY Dose of Sunshine merupakan drama asal Korea Selatan yang dirilis oleh Netflix, dan mengangkat isu tentang kesehatan mental.

Drama ini menceritakan kegiatan sehari-hari di poli psikiatri, mulai dari kehidupan pasien, psikiater, dan perawat yang bekerja di Rumah Sakit Universitas Myungshin.

Daily Dose of Sunshine dibintangi oleh aktris Park Bo Young sebagai perawat Jung Da Eun, aktor Yeon Woo Jin sebagai psikiater Dong Go Yoon, dan aktor Jang Dong Yoon sebagai Song Yoo Chan yang merupakan sahabat masa kecil Jung Dae Eun.

Dalam drama ini, terdapat salah satu contoh kasus serangan panik yang dialami oleh Song Yoo Chan, seorang pekerja kantoran yang mengundurkan diri dari perusahaan lamanya.

Saat kambuh, ia selalu pergi ke toilet dan mengunci dirinya di dalam bilik toilet. Dalam situasi ini, ia merasa tidak bisa bernapas karena serangan paniknya selalu digambarkan dengan situasi di mana ia tenggelam dan terjebak di dalam kamar mandi yang dipenuhi dengan air.

Ia berpikir keluar dari pekerjaan akan membantu memulihkan kondisinya. Setelah keluar dari perusahaan, ternyata ia tidak dapat keluar rumah tanpa didampingi siapapun.

Go Yoon yang menyadari bahwa Yoo Chan memiliki serangan panik, merekomendasikan untuk bercerita ke orang terdekatnya agar mereka dapat menemaninya saat serangan paniknya kambuh.

Kemudian ia bercerita kepada Da Eun tentang serangan paniknya dan Da Eun membuat janji dengan psikiater agar ia dapat berkonsultasi mengenai kondisi yang dialaminya.

Setelah berkonsultasi, ia mulai mengonsumsi obat yang telah diberikan oleh psikiater jika serangan paniknya kambuh.

Dengan dukungan dari orangtua dan teman-temannya, Yoo Chan meyakinkan dirinya untuk kembali bekerja di perusahaan dan mencoba menjalani kehidupannya seperti biasa.

Ketika serangan paniknya muncul, ia mulai mampu mengendalikan diri sejak mengikuti sesi terapi dengan psikiater.

Pada episode terakhir drama ini, Yoo Chan berhasil bertahan di perusahaan baru tempat ia bekerja. Walaupun memiliki riwayat serangan panik, ia tetap dapat menjalani aktivitas hariannya seperti semula dengan menjaga dan memperhatikan kondisi mentalnya.

Di Indonesia, pada 2018, terdapat Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang menunjukkan ada lebih dari 19 juta penduduk Indonesia berusia lebih dari 15 tahun yang mengalami gangguan mental emosional dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Selain itu, data Sistem Registrasi Sampel dari Badan Litbangkes tahun 2016, menunjukkan bahwa data bunuh diri per tahun berjumlah 1.800 orang atau setiap harinya ada 5 orang yang bunuh diri, serta ada 47,7 persen korban bunuh diri berkisar pada usia 10-39, di mana usia tersebut merupakan usia anak remaja dan usia produktif (Widyawanti, 2021).

Hasil dari penelitian Ramachandran, Wardani, dan Setyawati (2019) menunjukkan bahwa 12 persen mahasiswa bebas dari gangguan panik, 51persen mahasiswa mengalami gangguan panik ringan, dan 37 persen mahasiswa mengalami gangguan panik moderat.

Penelitian ini dilakukan terhadap 89 mahasiswa kedokteran semester 7 Universitas Udayana Bali yang terdiri dari 36 persen mahasiswa laki-laki dan 64 persen mahasiswa perempuan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa di Indonesia pun sudah ada kasus gangguan serangan panik.

Apakah serangan panik?

Dilansir dari APA Dictionary of Psychology (2018), serangan panik merupakan salah satu gangguan kecemasan yang ditandai dengan munculnya perasaan khawatir secara tiba-tiba dan ketakutan yang intens tanpa adanya bahaya yang nyata.

Hal ini juga disebutkan oleh King (2014) bahwa serangan panik terjadi secara berulang kali dan tiba-tiba, tanpa ada peringatan sebelumnya dan penyebab ketakutan yang spesifik.

Kemunculan serangan panik berkaitan dengan empat situasi yang saling berkaitan satu sama lain.

Situasi pertama adalah seseorang mulai merasakan kekhawatiran secara terus menerus tentang serangan panik yang akan datang.

Situasi kedua adalah seseorang akan merasa khawatir tentang konsekuensi yang mungkin akan muncul dari serangan panik tersebut.

Situasi ketiga adalah seseorang akan mengalami perubahan perilaku yang signifikan terkait dengan serangan, seperti menghindari kemunculan situasi yang dapat membuat serangan paniknya kambuh, dan keluar rumah tanpa didampingi siapapun.

Situasi yang terakhir adalah kombinasi dari salah satu situasi yang ada di atas (APA Dictionary of Psychology, 2018).

Menurut King (2020), jiika dilihat dari faktor sosiokultural, perempuan memiliki peluang lebih besar untuk mengalami serangan panik dibandingkan laki-laki, karena terdapat perbedaan hormon dan perbedaan cara merespons situasi yang membuat mereka cemas.

Berdasarkan data dari Nolen-Hoeksema (2014), pasien serangan panik akan mulai merasakan panik ketika dihadapkan dengan situasi yang membuatnya tidak nyaman dan ketakutan, misalnya jauh dari rumah dan dipaksa melakukan suatu hal.

Saat serangan panik sedang terjadi, seseorang akan berkeringat, jantungnya berdetak lebih cepat, gemetar, sesak napas yang ekstrem, perasaan tercekik, munculnya rasa tidak nyaman di bagian dada, mual, pusing, menggigil, parestesia (perasaan mati rasa atau kesemutan), derealisasi (perasaan tidak nyata), depersonalisasi (hilang kendali atas diri sendiri), dan takut dengan kematian.

Hal ini juga disebutkan oleh Kring dan rekan-rekan (2014), seringkali mereka memiliki keinginan yang kuat untuk melarikan diri dari situasi apapun yang dapat menyebabkan serangan panik kambuh.

Gejala-gejala tersebut cenderung muncul dengan sangat cepat dan mencapai puncak intensitasnya dalam waktu 10 menit. Saat gejalanya muncul, seseorang mungkin merasa dirinya sedang mengalami serangan jantung (King, 2020).

Serangan panik dapat menjadi hal yang menakutkan. Hal ini dikarenakan pasien akan diselimuti dengan rasa panik dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi medis.

Beberapa dampak dari serangan panik dapat berupa gangguan dalam bicara, misalnya tidak dapat berbicara dengan lancar di depan umum, dan tidak dapat menghadapi kehidupan dunia luar, misalnya bepergian keluar sendirian tanpa didampingi orang lain (APA Org, 2022).

Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2022), penyebab serangan panik tidak dapat dipastikan secara jelas.

Melihat dari masalah kesehatan mental, terdapat beberapa macam faktor yang berkontribusi dalam kemunculan serangan panik.

Faktor pertama adalah faktor biologis, contohnya genetik yang didapat dari hubungan keluarga dan garis keturunan.

Faktor kedua adalah faktor psikoedukatif, yaitu bagaimana perkembangan mental seseorang. Faktor ketiga adalah faktor sosiokultural, yaitu pengaruh dari lingkungan tempat tinggal seseorang di mana lingkungan tersebut membuatnya nyaman atau tidak nyaman.

Masih menurut Kemenkes (2022), selain faktor-faktor di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami serangan panik, yaitu:

  1. Faktor genetik, baik dari pihak keluarga ataupun pihak saudara yang memiliki riwayat serangan panik.
  2. Trauma yang didapat dari suatu kejadian tidak mengenakkan, yang kemudian dapat mengganggu aktivitas sehari-hari karena merasa trauma tersebut selalu mengikutinya.
  3. Pola hidup yang tidak sehat, seperti mengonsumsi rokok, minuman beralkohol, dan obat-obatan secara berlebihan tanpa anjuran dari tenaga kesehatan.
  4. Terjadinya perubahan drastis dalam hidup yang menyebabkan guncangan pada mental, seperti perceraian, kematian orang terdekat, masuk ke lingkungan baru (tempat tinggal, sekolah, universitas, atau tempat kerja).
  5. Sistem saraf yang mengalami gangguan fungsi, dalam bentuk hiperaktivitas saraf otonom dan biokimia dalam saraf otak yang terganggu keseimbangannya.

Mengatasi serangan panik

Hal pertama yang perlu dilakukan jika mengalami serangan panik adalah segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, seperti psikiater dan psikolog.

Seperti yang dilihat dalam drama ini, Yoo Chan pergi ke psikiater untuk berkonsultasi. Ia mengikuti anjuran psikiater untuk mengonsumsi obat yang telah diberikan.

Selama pasien berada dalam perawatan psikiater atau psikolog, maka pasien perlu mengikuti arahan dari mereka.

Freier (2023) mengatakan bahwa mengidentifikasi penyebab serangan panik merupakan hal penting untuk dilakukan ketika berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

Selain itu, belajar merawat diri dengan mengatur stres juga perlu dilakukan. Ada banyak cara untuk mengatur stres, salah satunya adalah meditasi yang dibantu dalam pengawasan oleh tenaga kesehatan, seperti psikiater atau psikolog.

Mengubah pola hidup menjadi lebih sehat juga dapat membantu mengurangi gejala panik yang muncul, misalnya dengan makan makanan dengan gizi seimbang, berolahraga secara rutin, istirahat cukup, menghindari minuman beralkohol dan berkafein, menghindari rokok, dan bergabung dengan komunitas gangguan panik agar dapat saling berbagi informasi (Kemenkes, 2022).

Setelah melihat contoh dari drama ini, Yoo Chan akhirnya dapat beraktivitas kembali. Ia sudah bisa bekerja kembali di perusahaan dan lebih mampu mengendalikan kondisinya.

Hal ini menunjukkan bahwa gangguan ini masih dapat dikendalikan jika ditangani segera dengan cara yang tepat. Penanganan sejak dini akan membantu mencegah bertambah buruknya gangguan yang dialami.

Seperti yang dilakukan oleh Yoo Chan berkonsultasi pada psikiater, maka penanganan tepat oleh para profesional tenaga kesehatan seperti psikiater dan psikolog akan membantu penyembuhan gangguan.

Dengan kepatuhan menjalani sesi terapi secara rutin, maka akan ada harapan untuk pemulihan seperti yang terjadi pada Yoo Chan di film.

*Christiana Silvi, Mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Linda Wati, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/04/06/085452820/daily-dose-of-sunshine-mengenal-serangan-panik-dan-cara-mengatasinya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke