KOMPAS.com - Stres bisa disebabkan oleh tekanan pekerjaan, tuntutan keluarga, dan paparan informasi berlebihan setiap hari. Namun, para ahli menekankan, stres bukanlah sesuatu yang sepenuhnya buruk karena, dalam kadar tertentu, stres bisa menjadi pendorong produktivitas.
Yang perlu dilakukan adalah mengelolanya agar tidak berujung pada kelelahan mental atau burnout.
Dokter spesialis kesehatan pikiran dari Harvard, Dr. Aditi Nerurkar menyampaikan, stres bisa diredakan dengan langkah-langkah sederhana yang dapat dilakukan setiap hari.
“Tidak perlu perubahan besar, cukup dengan reset kecil yang konsisten, pikiran akan lebih segar dan stres dapat terkendali,” ujar Nerurkar, dikutip dari Real Simple, Kamis (21/8/2025).
Sering kali stres muncul karena kita mencoba melakukan terlalu banyak hal sekaligus.
Menurut Nerurkar, kunci awal mengelola stres adalah dengan mengidentifikasi apa yang benar-benar penting dalam hidup.
Ia menyarankan teknik MOST Goal yaitu memilih satu tujuan yang paling berarti dan realistis. Cara ini mencegah energi mental tidak terpecah.
“Menetapkan tujuan kecil dan bisa dicapai lebih cepat akan memberikan rasa pencapaian yang menenangkan pikiran,” jelasnya.
Dunia digital membuat seseorang selalu terhubung, tapi hal ini sering menjadi sumber stres. Notifikasi, pesan instan, dan berita tanpa henti dapat membuat otak bekerja tanpa jeda.
“Bahkan hanya dengan meletakkan ponsel di meja, konsentrasi bisa terganggu,” ujar Nerurkar.
Tidak hanya itu, sebuah ulasan kajian pada tahun 2021 menunjukkan, beberapa studi menemukan hubungan antara penggunaan ponsel yang berlebihan dengan peningkatan level stres.
Tidak hanya itu, dilansir dari Healthline, menggunakan ponsel juga berdampak buruk bagi rutinitas tidur yang tentunya akan memicu peningkatan level stres.
Oleh karena itu, ia menyarankan untuk membatasi waktu menggunakan ponsel, mematikan notifikasi yang tidak penting, dan meluangkan waktu tanpa gawai.
Hening sejenak dari distraksi digital membantu otak beristirahat dan memberi ruang untuk berpikir lebih jernih.
Tubuh dan pikiran idealnya saling terhubung. Saat stres, tubuh merespons dengan tegangnya otot, napas pendek, atau detak jantung yang meningkat.
Maka dari itu, menyelaraskan kembali keduanya dapat membantu meredakan stres.
Nerurkar memperkenalkan teknik sederhana bernama Stop-Breathe-Be. Caranya, berhenti sejenak dari aktivitas, tarik napas dalam, hembuskan perlahan, lalu sadari keberadaan diri pada momen saat ini.
“Latihan pernapasan singkat mampu menenangkan sistem saraf dan memberi sinyal pada otak bahwa tubuh aman,” tuturnya.
Selain itu, olahraga ringan seperti berjalan kaki 10–15 menit juga efektif menurunkan ketegangan.
Mungkin kamu berpikir, semakin lama bekerja, semakin banyak yang diselesaikan. Padahal, otak membutuhkan jeda untuk tetap fokus.
Nerurkar menuturkan, istirahat sejenak dapat meningkatkan konsentrasi dan produktivitas.
Salah satu tips yang ia sarankan adalah monotasking yakni mengerjakan satu hal pada satu waktu.
Selain itu, cobalah melakukan “fake commute” atau aktivitas transisi, seperti berjalan pagi sebelum mulai bekerja dari rumah, agar otak siap berpindah mode dari personal ke profesional.
Setiap orang punya suara batin yang kritis. Namun, jika dibiarkan, hal ini justru memperburuk stres. Untuk mengatasinya, Nerurkar menganjurkan latihan rasa syukur.
“Menulis tiga hal kecil yang patut disyukuri setiap hari bisa menggeser fokus dari hal negatif ke positif,” jelasnya.
Tak hanya itu, menuangkan perasaan lewat jurnal dapat membantu mengurangi stres, sekaligus memberikan hasil yang positif bagi pikiran dan emosimu.
Dengan begitu, kamu bisa membawa energi positif yang lebih besar dalam aktivitas sehari-hari.
Mengelola stres tidak harus rumit, dengan lima reset sederhana ini pikiran bisa lebih segar dan sehat.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/08/21/113500820/tips-mengelola-stres-sehari-hari-5-reset-sederhana-yang-bisa-dicoba