Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

14 Pelintas Anjer-Panaroekan

Kompas.com - 26/08/2008, 03:00 WIB

Dengan ikut ekspedisi, Gimo pun merasa menjadi tahu soal Jalur Daendels saat ini. Menurut Gimo, keikutsertaan dalam ekspedisi juga merupakan yang pertama baginya dalam sebulan terakhir turun menjalani rute jauh. "Paling-paling saya menempuh jarak 140 km, 190 km, dan 140 km. Jadinya saya ibarat seperti orang baru berjalan saja," kata Gimo yang pernah membalap untuk tim single track di Singapura.
 DADI MURCAHYADI, MERASA BAGAI PRESIDEN

Selama mengikuti Ekspedisi Kompas 200 Tahun Anjer-Panaroekan, Dadi (25) merasa diperlakukan bagai "presiden". Sepanjang perjalanan, pengawalan polisi bisa mengosongkan jalan sehingga membuat pesepeda sangat nyaman. Sambutan masyarakat pun antusias. "Saya merasa menjadi petualang betulan," kata Dadi.

Jagoan cross country ini juga mendapatkan wawasan dan pengalaman baru. Di sepanjang perjalanan Dadi selalu bertemu dengan orang-orang baru. "Ini sangat berarti bagi saya karena keakraban antar kami selama perjalanan sangat terasa karena ini bukan untuk kompetisi," kata peraih emas nomor cross country PON XVII Kalimantan Timur 2008 dan Sea Games 2005 Filipina.

Sepulang dari ekspedisi, bukan hanya istri dan dua anak yang menunggunya di Sumedang, Jawa Barat. Oktober nanti, Dadi berharap status pegawai negeri sipil Kabupaten Sumedang resmi didapatnya setelah menjalani masa sebagai pegawai kontrak selama 5 tahun terakhir. 
EEP PRATISTA, MENANGIS MELIHAT LAUT DAN PANTAI

Dengan mengikuti tim sepeda Ekspedisi 200 Tahun Anjer-Panaroekan, Eep Pratista merasakan solidaritas dan kerja sama antarteman yang tinggi. Pelajaran dari perjalanan, Eep menyayangkan sifat masyarakat Indonesia dalam berkendara secara serampangan dan tidak mau mengalah. Eep menyaksikan pengguna jalan suka memotong jalur orang lain, khususnya di Semarang (Jawa Tengah) dan Surabaya (Jawa Timur).

Rasa lelah menyusuri Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) dari Jakarta hingga Surabaya seakan hilang ketika menyaksikan keindahan laut dan pantai utara Jawa. "Saya sempat menangis saat melihat laut. Subhanalllah, saya bersyukur masih bisa melihat ciptaan Allah. Rasa lelah pun tidak terasa. Biasanya saya hanya bersepeda dari rumah ke kantor, tapi kini bisa menyusuri jalan di Jawa," kata karyawan majalah Komputer ini. 
KUSMAWATI YAZID, TERKESAN LIHAT PENGOLAHAN GARAM

Menempuh rute perjalanan panjang dari Anyer sampai Panarukan pada Ekspedisi Kompas 200 Tahun Anjer-Panaroekan memberikan kesan tersendiri bagi Kusmawati Yazid (26). Salah satunya, Kus baru pertama kali melihat proses pengolahan garam di jalur yang ditempuh, termasuk di Gresik dan Tuban.

"Yang saya lihat berbeda dengan yang saya bayangkan. Garam yang saya makan beda sama yang diolah itu. Apalagi petani garam rela melawan panas terik matahari," kata Kus.

Peraih satu emas dan satu perak di PON XVII Kalimantan Timur ini merasa senang dan merasa mendapatkan banyak pengalaman sepanjang jalur yang dilalui. Menurut Kus, mengikuti Ekspedisi dengan bersepeda merupakan refreshing sekaligus latihan.

"Saya senang dengan tim Kompas yang kompak sehingga kami tidak keleleran. Sayangnya, kami melihat kesadaran masyarakat terhadap ketertiban berlalu lintas masih rendah. Di Surabaya semrawut, masak jalur orang dipotong," kata Kus. 
MARTA MUFRENI, PEDULI PENGENDARA SEPEDA PANTURA

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com