Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

14 Pelintas Anjer-Panaroekan

Kompas.com - 26/08/2008, 03:00 WIB

Sepanjang perjalanan, Marta Mufreni (33) terlihat paling menikmati. Di sepanjang jalan, ia tak segan membaur di tengah pesepeda lokal yang mengiringi ekspedisi. Beberapa kali Marta membunuh kebosanan dengan melakukan atraksi. Di Tuban, misalnya, Marta sempat mempertontonkan kemampuan bersepeda menaiki tangga hotel.

Mantan atlet balap sepeda DKI Jakarta dan anggota komunitas Bike to Work ini prihatin dengan kerusakan jalan di jalur pantai utara (pantura) Jawa, khususnya wilayah Jawa Tengah bagian timur. Kerusakan itu mengganggu kenyamanan dan membahayakan para pengendara kendaraan, terutama sepeda motor dan sepeda kayuh.

Sepanjang perjalanan Ekspedisi Kompas 200 Tahun Anjer-Panaroekan, Marta terkesan dengan masyarakat sederhana yang masih mengendarai sepeda di jalur pantura. Mereka yang terdiri atas anak-anak sekolah, petani, dan pedagang tidak mendapat tempat dan acap kali terancam bahaya jika ada kendaraan besar yang menyalip serampangan.

"Pemerintah perlu memikirkan para pengendara sepeda kayuh di jalan utama perdagangan itu. Para pengemudi kendaraan juga perlu menghargai para pengayuh sepeda itu," kata Marta. 
MUBAIDILLAH, LEBIH DEKAT DENGAN TUHAN

Ada pengalaman batin mendalam yang dirasakan Mubaidillah selama mengikuti ekspedisi sejauh sekitar 1.100 kilometer. Selama perjalanan, lelaki kelahiran Jakarta, 10 Mei 1972 ini, justru selalu tepat waktu melaksanakan shalat lima waktu. "Padahal, biasanya terlambat," kata ayah satu anak ini.

Tidak hanya itu, ekspedisi yang berat itu juga berkesan karena mesti dijalani saat anaknya merayakan ulang tahun yang pertama. Pada hari ketujuh, 21 Agustus 2008, anak pertamanya merayakan ulang tahun yang pertama.

Mubadillah adalah salah seorang peserta yang bukan atlet sepeda profesional. Ubay-demikian ia biasa disapa-adalah karyawan Kompas bagian SDM Umum di Jakarta. Tiga kali sebulan Ubay berangkat ke kantor naik sepeda sejauh 32 kilometer. 
SYAFRUDIN SETIAWAN, DUA KALI TEMPUH JALUR PANJANG

Rasa lelah bercampur senang dirasakan Syafrudin saat menjadi peserta Ekspedisi Kompas 200 Tahun Anjer-Panaroekan. Pemandangan indah pada jalur yang dilalui menjadi penghibur rasa lelah. Pria berusia 28 tahun itu menggemari olahraga bersepeda sejak SMA. Kini, kesenangannya itu didukung dengan pekerjaannya di bengkel sepeda dan tukang cat sepeda motor.

Hingga kini Udin telah dua kali menempuh rute panjang, yakni jalur Jakarta-Bali dan Anyer-Panarukan. Bedanya dulu ditempuh 22 hari, sementara ekspedisi ini ditempuh dalam 11 hari. Dalam ekspedisi ini, cuaca panas menjadi lawan berat para pembalap sepeda. "Saya gosong, tetapi saya senang sebab rasanya seru berpetualang dengan bersepeda," tutur Udin. 
WAHYUTI SRI RAHAYU, JADI TAHU JALUR SEJARAH

Bergabung dengan Ekspedisi membuat Wahyuti (27) menjadi mengerti jalur sejarah Jalan Raya Pos, jalan raya yang digagas oleh Gubernur Hindia Belanda Herman William Daendels. Wahyuti juga merasa senang punya banyak teman dan sekaligus menambah pengalaman.

"Yang terpenting saya tahu Jalur Daendels. Saya juga bisa bermain sambil berlatih. Saya terkesan melihat tambak udang dan tambak garam. Biasanya berlatih di gunung, sekarang bisa melihat pantai," tutur Wahyuti.

Butuh izin khusus dari pimpinannya di Dinas Pertamanan Kota Bandung agar Wahyuti bisa ikut Ekspedisi. Di Semarang, Jawa Tengah, kaki Wahyuti dijahit karena terluka. Bukan karena bersepeda, 3 jahitan itu karena Wahyuti tergelincir di kolam renang sebuah hotel di Semarang. Namun, kemauan keras dan kerja sama tim membuat Wahyuti bertahan sampai menembus Panarukan, Kabupaten Situbondo. (LAS/ACI/HEN)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com