Sadar akan antusiasme tinggi dari para petani kopi di Rejang Lebong melakukan penyambungan batang, sejumlah petani yang telah sukses mulai menawarkan jasa tenaga sekaligus bibit yang terbaik. Setiap batang dikenai tarif Rp 2.000. Bahkan, penyedia jasa tersebut bertanggung jawab sampai batang yang tersambung itu menumbuhkan tunas baru. Jika gagal, tarifnya dikurangi beberapa persen.
Kepala Bidang Produksi dan Pengembangan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Rejang Lebong Abi Sofyan menilai, teknik penyambungan batang menjadi pilihan yang paling efektif dalam meningkatkan produktivitas. Apalagi pembiakan melalui biji kerap menimbulkan kekecewaan, sebab hasil produksi tak sebagus induknya. Sebaliknya, dengan penyambungan dipastikan kopi yang diproduksi sebanyak induknya,” ujar Abi.
Saat ini sekitar 60 persen petani kopi Rejang Lebong telah mempraktikkannya. Pemerintah Rejang Lebong juga sedang mendatangkan bibit kopi unggul dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember, Jawa Timur, yang dibiakkan dengan metode
Luas lahan kopi di Rejang Lebang tercatat 8.872 hektar untuk kopi robusta dan 2.888 hektar kopi arabika. Luas lahan tanaman kopi belum berproduksi 934 hektar, sebaliknya tanaman kopi tua seluas 525 hektar.
Harus diakui bisnis kopi di Rejang Lebong belum bergerak ideal. Persaingan di tingkat pengepul juga tidak berjalan sempurna karena jumlah pelakunya masih terbatas. Untuk itu, Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI) diminta membangun gudang kopi di Rejang Lebong. Tujuannya ada alternatif pengepul kopi sehingga harga beli biji kopi di tingkat petani menjadi lebih baik.
Anehnya, meski Rejang Lebong termasuk sentra produksi kopi, di Kota Curup, ibu kota Kabupaten Rejang Lebong, sulit ditemui warung kopi. Tanpa warung kopi, predikat Rejang Lebong sebagai sentra produksi kopi bakal diklaim cuma sekadar omong kosong. Inilah tantangan lain yang perlu diatasi.