Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkumpul untuk Menyulam

Kompas.com - 12/04/2010, 11:03 WIB

KOMPAS.com - ”Ibu menyulam tidak? Kalau menyulam, ayo kumpul-kumpul sama saya.” Ajakan Salfrida Nasution (63) tiga tahun lalu itu membuahkan Komunitas Pencinta Sulam di Jakarta.

Salfrida Nasution adalah diplomat yang pernah menjadi konsul jenderal di Capetown, Afrika Selatan. Istri budayawan Ramadhan KH itu pada tahun 2007 pulang ke Indonesia.

Salfrida yang sejak kecil hobi menyulam sudah menyerap beragam cara menyulam dari sejumlah negara.

Sekitar tiga tahun lalu ia datang ke pameran Inacraft di Jakarta Convention Center (JCC). Kepada beberapa orang yang ditemuinya, Salfrida mengajak ibu-ibu yang belum ia kenal untuk berkumpul dan belajar menyulam. Orang-orang di ruang pameran itu sempat bingung karena ada orang yang tidak mereka kenal tiba-tiba mengajak untuk berkumpul. Dari sekian banyak orang yang dijumpai, Salfrida bisa mengumpulkan delapan orang yang gemar menyulam. ”Kami bersatu karena sama-sama mencintai sulam,” kata Salfrida.

Setelah berkenalan, mereka lalu berkumpul di rumah Salfrida di kawasan Bintaro Sektor V, Tangerang, Banten, untuk menyulam bersama. Di situ, Salfrida mengajarkan teknik-teknik menyulam kepada teman-teman barunya.

”Saya kebetulan saja punya kesempatan belajar teknik menyulam dari sejumlah negara. Sekarang saya ingin membagi ilmu kepada orang yang gemar menyulam,” kata Salfrida, yang kini mempunyai 30-40 teman di Komunitas Pencinta Sulam.

Menurut Salfrida, orang yang bergabung di komunitas ini jumlahnya tidak tetap, malah sering berkurang karena tidak semua orang kemudian tertarik menekuni sulaman tangan. Beberapa orang yang datang hanya tertarik untuk belajar menyulam ala kadarnya tanpa mempelajari berbagai macam teknik menyulam dengan benar. ”Setelah merasa keterampilannya bisa dijual, mereka tidak balik lagi,” kata Salfrida.

Seperti meditasi
Lita Jonathans (50) adalah salah satu pencinta sulam yang setia bergabung dengan Komunitas Pencinta Sulam. Acara kumpul-kumpul dengan sesama penyulam diadakan setiap minggu satu kali dan menjadi momen yang selalu dinanti-nantikan Lita. Dari rumahnya di Gunung Bunder, Bogor, Jawa Barat, ia siap meluncur ke mana saja selama itu berkaitan dengan kegiatan menyulam.

”Kalau sudah berkumpul, kami bisa menyulam dari pagi sampai malam hari. Tinggal tunggu diusir saja sama pemilik rumah. He-he,” kata Lita.

Komunitas Pencinta Sulam berkumpul secara bergiliran di rumah anggotanya. Terkadang mereka bahkan sampai menginap demi bisa menyulam bersama. Sambil menyulam mereka tidak henti-hentinya mengobrol sambil bercanda.

”Kami masing-masing sudah asyik ngobrolin benang, desain, alat menyulam, hingga bertukar ilmu tentang teknik menyulam,” kata Iin Indrayani (50), ibu rumah tangga yang tinggal di Jakarta.

Saking asyiknya, para penyulam ini tidak merasakan letih pada fisiknya meski sepanjang hari mata mereka terus-terusan berkonsentrasi pada kain yang dihias dengan benang. Kalau sudah begitu, biasanya mereka saling mengingatkan untuk berhenti dan beristirahat.

”Menyulam itu seperti meditasi. Saya merasa terhanyut dan hati rasanya plong dari beban,” ungkap Lita yang menganggap sulam sebagai rekreasi.

Koleksi
Salfrida sendiri selain mengajar adalah seorang kolektor sulam. Ia memiliki banyak sekali koleksi sulam dari sejumlah negara dengan teknik sulaman yang berbeda-beda. Beberapa sulaman koleksinya antara lain sulaman dari Afrika Selatan dengan benang berwarna cerah dan motif tumbuhan, sulaman dua sisi dari China, serta sulaman lain dari Rusia, Mesir, Hongaria, Korea Selatan, Jerman, Vietnam, dan India.

Koleksi sulaman itu dikumpulkan Salfrida ketika ia bertandang ke negara lain.

Sebagian koleksinya pernah dipamerkan di Museum Nasional dan Museum Tekstil, bekerja sama dengan beberapa orang Jepang. Salfrida juga mengoleksi beberapa sulaman dari Indonesia dan memiliki buku tentang sulam yang tertata rapi dalam dua lemari besar.

Selain mengerjakan sulaman dengan motif modern, seperti gambar pemandangan, bunga, burung, para pencinta sulam ini berniat mengerjakan motif asli dari berbagai etnik di Indonesia. Mereka ingin suatu saat nanti terjun ke sejumlah daerah mencari motif-motif lokal dari masyarakat setempat, lalu mengerjakan motif itu menjadi hiasan sulaman.

(Lusiana Indriasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com