Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecantikan Plastik, Cantik secara Instan

Kompas.com - 07/02/2011, 08:40 WIB

Politisi antre
Irena mengaku, saat ini pasiennya yang berminat menjalani operasi plastik dengan berbagai spesifikasi sudah mengantre sampai dua bulan ke depan. Dokter kelahiran Jepang ini antara lain akan mengoperasi 14 ibu rumah tangga asal Cilacap, Jawa Tengah, untuk tujuan pengangkatan lemak, pengencangan wajah, dan operasi kelopak mata.

Di klinik CBC, Jalan Wijaya 2, Jakarta Selatan, para pasiennya juga mengantre, tidak saja dengan tujuan kecantikan, tetapi juga bedah plastik rekonstruksi. Rabu (2/2) siang, misalnya, Irena mengoperasi hidung Vira (35) yang sejak masa SMP mengidap tumor.

"Pengangkatan tumor sudah kami lakukan, sekarang tinggal rekonstruksi hidung. Tentu juga ada estetiknya karena cuping hidung harus seimbang dan berfungsi," katanya.

Belakangan, baik di klinik CBC tempat Irena berpraktik maupun Ultimo di Plaza Asia, Jakarta, milik Enrina, setahun menjelang pemilu (termasuk pilkada) banyak politisi ikut mengantre. Mereka biasanya meminta pengambilan lemak kantong mata dan pengencangan kulit wajah. Sudah bisa dipastikan, semuanya ingin tampil segar dan lebih "muda" di depan publik. Hal ini juga diakui oleh politisi sekaliber Tjahjo Kumolo. "Kalau laki-laki seperti saya, paling larinya ke rambut saja," katanya.

Menurut Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Indonesia (Perapi) Asrofi S Surachman, dokter ahli bedah plastik untuk rekonstruksi dan estetika bukan tukang kecantikan. Ia mengakui, minat masyarakat yang ingin tampil cantik dan berbadan bagus memang semakin besar. "Namun, dokter bedah plastik harus berani berkata tidak ketika pasien tidak perlu menjalani pembedahan," katanya. Asrofi sering kali mendapatkan pasien yang memaksakan diri menjalani bedah plastik demi kesempurnaan tubuh.

Irena juga mengakui, umumnya pada awalnya pasien minta body contouring, seperti sedot lemak dan mengencangkan perut bawah. Setelah itu, biasanya mereka datang lagi minta pemasangan implan payudara, sedot lemak sekitar wajah, pengencangan kulit wajah, operasi kelopak mata, dan seterusnya. "Mereka seperti ketagihan. Kami yang harus bisa mengeremnya," katanya. Padahal, untuk "perbaikan" di sana-sini itu terhitung tak murah. Mereka harus merogoh kocek Rp 5 juta-Rp 60 juta.

Pemikir politik dan kebudayaan dari Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robert, mengatakan, gejala ini sebagai liquid modernity dalam konsep Bauman. "Liquid modernity imengarah pada liquid social, di mana orang lebih mementingkan penampilan," katanya.

Padahal, dengan tampil, seseorang telah menjadikan dirinya obyek tatapan orang lain. "Bedah plastik adalah cara dia memaknai diri dan mempresentasikannya di depan orang lain," kata Robert.

Jadi, akhirnya yang mengendalikan semua adalah keinginan untuk diakui. Ini masalah eksistensi, bukan? Ingin meraih cantik secepatnya meski dengan operasi plastik.

(Putu Fajar Arcana/Mawar Kusuma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com