Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Kesehatan Salah Kaprah, Adakah Rasa Bersalah?

Kompas.com - 28/04/2017, 19:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBestari Kumala Dewi

Hal yang mengenaskan, alih-alih rasa bersalah, justru ada ibu yang merasa bebas beban tanpa perlu ke pasar apalagi buka kompor, hanya mengaduk bubuk dan air panas – lalu siaplah adukan itu disuapkan ke bayinya. Bukan rasa bersalah yang timbul.

Hal di atas sudah merupakan keruwetan yang begitu kompleks without guilty feeling – yang pada akhirnya ketika paradigma mengobati digeser menjadi pola pikir preventif dan promotif – semua terkaget-kaget bahkan masyarakat marah.

Orang tidak terbiasa menabung kesehatan tubuh, apalagi berjaga-jaga bila badai datang.

Saya tadinya berpikir, apakah itu ciri-ciri kepribadian masyarakat yang tinggal di bagian terkaya bumi ini, yang benih apapun siap tumbuh, matahari dan bulan teratur bersinar, tanpa deraan musim yang dingin menggigit atau panas nylekit.

Saya juga sempat menuduh tentang faktor kemalasan, yang membuat kaki nampak invalid dan tukang ojek begitu ramah berhenti di depan pagar rumah – padahal saat tinggal di negri orang, kaki nampak fungsional mulai dari terminal bis hingga tangga apartemen.

Saya juga sempat mencurigai para penjajah, yang diam-diam menebarkan hoax sejak lama bahwa makan kelapa parut membuata anak jadi cacingan, ikan biang keladi luka tak mau sembuh dan terong bikin laki-laki loyo.

Hingga kini kebiasaan menebar berita bohong dan pemecah belah kian marak dan makin seru, bukannya mereda.

Siapakah yang mengambil untung dari ini semua dengan tanpa rasa bersalah? Dan apakah kita begitu frustrasinya untuk meluruskan segala sesuatunya dan memberi informasi imbangan penetral racun gaya hidup itu? Faktanya, satu masalah belum selesai, muncul masalah baru.

Barangkali kita juga bersalah dengan kebiasaan menerapkan prioritas. Itu sebabnya ketika prioritas ditujukan untuk kerja demi uang, badan habis.

Sebaliknya, saat memulihkan badan kembali, uang yang telah sekian puluh tahun dikumpulkan, ludes.

Di area kehidupan lain pun sama saja, jika permainan prioritas masih dilakukan. Saat prioritas difokuskan demi karir, perkawinan berantakan. Waktunya perkawinan diselamatkan, promosi jabatan hilang...

Salah kaprah yang telah berlarut-larut perlu ditata ulang dengan menempatkan semua masalah di jajaran yang setara tanpa prioritas. Kita sudah tidak punya waktu lagi.

Dengan mengentaskan gizi buruk di perkotaan dan di pelosok misalnya, tidak bisa hanya dengan tongkat ajaib gizi – yang membuat rakyat hanya sebagai pihak yang tergantung dengan bantuan tanpa pemberdayaan.

Bersamaan dengan penanganan akut, program darurat segera yang juga perlu adalah pendekatan keluarga berupa contoh pola asuh, penghargaan atas pangan lokal, aktualisasi pandangan masyarakat tentang gizi, dan keberpihakan profesi maupun kesantunan pedagang industri pangan yang harus diatur.

Tanpa perlu menunjuk siapa yang salah di tengah kisruhnya masalah, rasa bersalah sebetulnya adalah panggilan untuk semua orang, untuk bekerja dengan rakyat sebagai tujuan. Bukan rakyat sebagai sarana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com