KOMPAS.com - Saat ini, kita tidak bisa lepas dari smartphone. Bahkan, kebiasaan dan budaya kita banyak berubah akibat adanya perangkat ini.
Kita dapat dengan mudah mendapatkan jawaban atas keraguan atau pertanyaan dengan mengirim pesan singkat pada teman.
Tak hanya itu, kita juga bisa merasakan persetujuan dengan mendapatkan like dari postingan instagram atau status facebook kita.
Namun ternyata, ketergantungan besar kita pada smartphone ini bertanggung jawab atas perubahan bagaimana kita mengatur emosi.
Baca juga: Gangguan Cemas Tak Cuma Bisa Diatasi dengan Obat
Hasil dari komunikasi instan ini membuat kemampuan kita berkurang dalam mengelola perasaan tidak pasti.
Intoleransi terhadap ketidakpastian menunjukkan sebuah bentuk dasar berbagai kesulitan psikologis.
Psikolog menganggap ketergantungan seseorang terhadap smartphone sebagai "perilaku pencarian keamanan" yang dapat mengurangi rasa cemas yang mereka rasakan.
Sayangnya, beberapa aplikasi pesan singgat mempunyai pengaturan pesan "read" untuk memberitahu pengirim apakah lawan komunikasinya sedang online atau telah membeca pesan yang dikirim.
Saat pesan tidak segera dibalas atau ditanggapi, ada perasaan ditolak atau tidak dianggap.
Dilansir dari The Conversation, Rabu (25/10/2017), Danielle Einstein, direktur Distinct Psychology, menyebutkan, "Kita perlu melatih diri kita sendiri dan para remaja untuk menghadapi manipulasi takut hilang dan takut ditolak. Belajar menghadapi ketidakpastian sangat penting untuk mengelola kesehatan mental kita."
Baca juga: Kenali 8 Gejala Gangguan Cemas yang Sering Tak Disadari
Danielle juga melakukan penelitian yang mengeksplorasi kelompok orang dengan gangguan jiwa. Dari penelitiannya didapati temuan bahwa orang dengan gangguan jiwa tidak dapat duduk dalam ketidakpastian dibandingkan orang tanpa gangguan jiwa.
Seperti yang kita tahu, ketidakpastian sebenarnya juga memberi hal yang positif. Misalnya saja membangunan hubungan baru, membaca buku yang menarik tanpa kita tahu endingnya, atau saat kita menerima hadiah yang dibungkus. Hal-hal tersebut dapat meningkatkan emosi kita.
Sebaliknya, ketidakpastian dalam hal-hal pribadi seperti apakah kita mendapatkan pekerjaan, membayangkan tidak disukai oleh seseorang, atau takut gagal dalam ujian membuat kita tidak stabil.
Itulah yang kemudian mendorong kita untuk segera menghilangkan ketidakpastian dengan cepat. Maka kaitan ini membuat kita cenderung kembali condong ke smartphone.