Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepahlawanan dan Keberanian, Kenapa Berbeda pada Tiap Orang?

Kompas.com - 01/03/2018, 20:00 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber menshealth

Sementara itu, tipe kepahlawanan ketiga menurut Farley berkaitan dengan profesi mereka. Hal ini bisa kita temukan pada polisi, pemadam kebakaran, atau personel militer.

"Dalam arti tertentu, kepahlawanan mendefinisikan sebagian dari pekerjaan mereka."

"Saya kebetulan percaya banyak orang yang masuk ke kategori ketiga ini cenderung menjadi pengambil risiko," ucap Farley.

"Tidak selalu, tapi ada kecenderungan untuk orang-orang yang secara sukarela pergi berperang atau menjadi petugas polisi dan petugas pemadam kebakaran - ini adalah karir yang sangat berbahaya," kata dia.

Farley juga menjelaskan, mereka yang pemberani biasanya memiliki kombinasi kualitas antara pencarian risiko, kemurahan hati, dan empati.

Namun, Farley juga berpendapat, kualitas tersebut adalah hal yang membedakan mereka.

Baca: Benarkah Orang Baik Rentan Depresi?

"Kalian bisa menjadi pengambil risiko dan melakukan hal-hal menakjubkan, tapi kalian mungkin kehilangan 'faktor G' - kemurahan hati dan altruisme," papar Farley.

Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri.

Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama.

Lalu, faktor pendidikan, -bukan hanya sifat alamiah, juga bisa berperan. Orang yang berani cenderung tumbuh dalam keluarga di mana ajaran moral dihargai, seperti kejujuran, dan integritas.

"Orang-orang yang mungkin lebih dapat mengambil risiko memiliki kecerdasan tinggi, pendidikan tinggi, keterikatan yang aman dalam kehidupannya- kehidupan keluarga yang stabil," ucap Charles Marmar.

Charles Marmar adalah profesor dan ketua psikiatri di NYU Langone Health.

Philip Zimbardo, seorang profesor psikologi di Stanford University, yang mempelajari tentang kepahlawanan, mengatakan, DNA dan kimia otak dapat berperan dalam menentukan sifat kepahlawanan.

Sayangnya, belum ada riset yang mengkonfirmasi pendapat tersebut.

"Mungkin ada gen pahlawan. Mungkin itu juga karena kadar oksitosinnya. Kita tidak tahu pasti," tulis Zimbardo dalam sebuah artikel di amjalah Greater Good.

Meskipun demikian, Farley mengatakan, hal terpenting adalah orang harus terus fokus pada tindakan berani yang keluar dari peristiwa traumatis.

"Kita perlu memuliakan para pahlawan. Jangan bersikap anti pahlawan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com