Persis seperti yang dikatakan oleh psikolog Florence Wedge bahwa emosi akan menjadi semakin kuat apabila disertai ekspresi fisik. Misalnya, mengepalkan tangan, menendang, memaki-maki, menuding-nuding, membentak.
Ekspresi fisik ini bila dibiarkan akan menjadi brutal, tidak terkendali, kalap. Pelampiasan tersebut biasanya ditujukan terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap lingkungan sekitar.
Dengan demikian, timbul rasa puas hati setelah melampiaskan semuanya. Walaupun mungkin timbul penyesalan setelahnya.
Mengontrol diri
Orang yang mudah meledak emosinya gara-gara hal sepele bisa dikategorikan sebagai orang yang tidak dapat mengontrol diri. Padahal mengontrol diri (self control) adalah tiang pancang pada diri seseorang.
Mengontrol diri berarti bisa menunda atau membatalkan sebuah perbuatan yang bisa berakibat buruk, baik untuk orang lain maupun diri sendiri.
Mengontrol diri, menurut Konsep Averill, terdiri dari beberapa tipe, yaitu behavioral control, cognitive control, dan decisional control.
Behavioral control (kemampuan mengontrol perilaku) adalah kemampuan individu untuk mengontrol perilaku untuk mengurangi penyebab tekanan.
Cognitive control (kemampuan kontrol kognitif) adalah kemampuan individu untuk mengubah atau memfokuskan pada hal-hal yang menyenangkan saja, bukan pada penyebabnya.
Decisional control (kemampuan mengontrol keputusan) adalah kesempatan memilih tindakan yang diyakini benar.
Jadi, betapa pentingnya mengontrol diri dalam menghadapi hal-hal sepele. Melihat Konsep Averill tersebut, ternyata emosi bisa dikendalikan melalui self control ini.
Apabila ia mampu mengendalikan hal sepele, hal kecil, maka ia pun akan mampu pula mengendalikan perkara yang lebih besar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.