Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/05/2018, 13:18 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Informasi pada berita palsu juga dibuat dengan bingkai psikologis, yang menyasar orang-orang yang kurang kritis.

Banyak riset menunjukkan bahwa manusia lebih memperhatikan dan memproses informasi yang sepaham dengan pemikirannya.

Jika kita menemukan diri sendiri sangat menyetuji atau tidak menyetujui sebuah artikel dalam hitungan detik, kita harus mewaspadai hal ini.

Berita dari media resmi biasanya netral, sedangkan berita palsu memang dibuat untuk memicu konflik dalam berbagai kelompok dalam masyarakat.

3. Berita dusta lebih cepat viral daripada fakta

Viral tidak selalu menjadi indikator yang baik tentang hal-hal yang penting.

Menurut laporan terbaru, kebohongan seringkali menyebar lebih cepat dan lebih jauh dari kebenaran.

Konten viral yang dibagikan berulang kali sering didasarkan pada hal-hal yang tidak akurat.

Alih-alih konten yang dinilai kritis, orang sering berbagi artikel berita (palsu) karena alasan pribadi.

Alasan tersebut bisa karena mereka menyukai pembawa pesan, artikel itu membahas tentang bias politik mereka, judulnya provokatif, atau hanya karena semua orang melakukannya.

Penting untuk diingat bahwa tidak ada satupun motif yang menjamin kebenaran berita.

Oleh karena itu, kita harus membagikan tautan berita secara selektif dan hati-hati.

4. Verifikasi sumber dan konteks

Ciri paling mencolok dari berita palsu adalah ketiadaan sumber.

Berita palsu ini mampu bertahan di tengah masyarakat karena kita terus-menerus dihujani oleh informasi ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com