BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou

Dikira Benjolan Biasa Ternyata Itu Kanker Payudara

Kompas.com - 16/07/2019, 14:32 WIB
Hotria Mariana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Susana (62) tak pernah menyangka kalau benjolan kecil di payudara kirinya ternyata kanker, salah satu penyakit mematikan di dunia. 

"Jadi sekitar tahun 2007, saat hendak berangkat kerja, saya iseng meraba kedua payudara saya. Tiba-tiba saya merasakan ada benjolan kecil, kira-kira sebesar kacang di payudara sebelah kiri," ujar Susana kepada Kompas.com, Rabu (3/7/2019). 

Meski sadar ada benjolan di payudaranya, namun Susana tidak merasa kalau hal tersebut aneh, sehingga ia tak menghiraukannya.

Susana baru merasa khawatir ketika benjolan tersebut semakin lama semakin membesar. 

"Ada apa ya ini?" ujar ibu dua anak ini.

Baca jugaHalo Prof! Apakah Kanker Payudara Bisa Turun ke Anak Perempuan?

Singkat cerita, Susana pergi memeriksakan diri ke rumah sakit. Hasilnya, cukup mencengangkan. Ia divonis mengidap kanker payudara stadium tiga. 

"Saya tidak merasakan sakit. Payudara saya tidak mengalami perubahan apa-apa. Tidak merah, tidak gatal, bentuknya masih normal," beber dia.  

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (18/12/2018), gejala kanker payudara sebenarnya bisa dideteksi secara kasatmata. 

Gejala fisiknya ditandai dengan munculnya benjolan di payudara atau sekitar bagian ketiak, retraksi puting (tertariknya puting ke dalam), serta perubahan warna kulit payudara dan sekitarnya. 

Baca jugaMakanan Sehat untuk Cegah Kanker Payudara

Berbicara soal kanker payudara, penyakit ini menjadi salah satu jenis kanker yang banyak diderita dan menyumbang angka kematian cukup tinggi di dunia.

Berdasarkan data Global Cancer Observatory (Globocan), pada 2018 diperkirakan lebih dari 2 juta kasus kanker payudara terjadi di seluruh dunia dan mengakibatkan 627.000 jiwa melayang. 

Di Indonesia, merujuk data Kementerian Kesehatan per 31 Januari 2019, jumlah penderita kanker payudara adalah 42,1 per 100.000 penduduk, dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk. 

Mayoritas penderita kanker payudara adalah kaum wanita dari segala usia. Namun, penelitian terbaru, dikutip dari Times of India, Rabu (3/7/2019), tak menutup kemungkinan penyakit tersebut juga dapat menyerang pria. 

Sigap mencari kesembuhan

Kembali ke pengalaman Susana, usai divonis mengidap breast cancer, ia pun dihinggapi perasaan takut, sedih, hingga stres. Dirinya sama sekali tidak menyangka penyakit mematikan itu mampir ke dalam kehidupannya 

Namun Susana tidak tinggal diam. Ia akhirnya menjalani pengobatan kemoterapi di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta, tapi itu hanya dua kali. Ia berhenti lantaran tidak kuat menahan efek sampingnya. 

"Selera makan jadi turun, susah BAB, pokoknya badan terasa aneh sekali," ungkapnya. 

Akibat efek kemoterapi itu pula, aktivitas Susana di kantor menjadi terganggu. Ia jadi sering absen dalam waktu lama. 

Baca jugaApa Benar Kanker Tidak Diketahui Penyebabnya?

Diwartakan Kompas.com, Rabu (10/12/2018), pada kemoterapi konvensional, obat kanker dimasukkan melalui pembuluh darah vena. Ini otomatis menyebar ke seluruh tubuh karena dipompa oleh jantung. 

Akan tetapi cara tersebut kurang efektif. Sebab, konsentrasi obat menjadi tidak terfokus ke sasaran sel kanker, sehingga efeknya ikut mempengaruhi organ yang baik. 

Pengobatan kanker payudara  

Pengobatan Susana kemudian memasuki babak baru, setelah tak sengaja ia mendapati artikel tentang kanker dan cara pengobatannya termuat di salah satu surat kabar terkemuka di Indonesia. 

Dalam artikel itu tertulis nama rumah sakit St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou. Entah dorongan dari mana, Susana begitu yakin dan akhirnya memutuskan untuk berobat ke sana. 

Singkat cerita, di rumah sakit tersebutlah, perjuangan Susana melawan kanker payudara dimulai. 

Bila dibandingkan dengan pengobatan yang ia jalani sebelumnya, Susana mengatakan di St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou ini ia merasa jauh lebih baik. 

Baca juga7 Cara Kanker Bisa Membunuh Seseorang

"Waktu (berobat) di sana happy sekali, Tante tidak merasa seperti sedang sakit," ucap Susana dengan raut wajah semringah

Bahkan, tambah Susana, ia sempat jalan-jalan ke pusat perbelanjaan dan beberapa lokasi wisata di sekitar Guangzhou, padahal statusnya saat itu adalah pasien kanker. 

Pengobatan yang dijalani hingga sembuh 

Mengenai pengobatan, Susana mengungkapkan ada tiga metode yang ia jalani saat itu. 

Pengobatan CryosurgeryDok. St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou Pengobatan Cryosurgery
Pertama, cryosurgery (pembekuan) yang merupakan metode minimal invasif atau pengobatan minim luka menggunakan jarum khusus dan alat pencitraan DSA, serta perbedaan suhu gas.

Cara kerjanya, gas Argon bersuhu kurang lebih minus 160 derajat celcius disuntikkan ke sel kanker menggunakan jarum khusus hingga beku menyerupai bola es. 

Setelah itu, sel kanker yang beku tadi dipanaskan dengan gas helium bersuhu lebih dari 40 derajat celcius hingga mati dengan sendirinya. Cara ini lebih efisien karena tidak membutuhkan pembedahan besar seperti pada operasi konvensional. 

Baca jugaDi Guangzhou, Kanker Sembuh Tanpa Operasi

Selanjutnya, untuk metode kedua, Susana menjalani metode pengobatan intervensi

Perlu diketahui, intervensi adalah metode pengobatan kanker minimal invasif atau disebut dengan kemoterapi lokal yang berfungsi menggantikan kemoterapi konvensional. 

Pada metode ini, obat dimasukkan langsung ke pusat sel-sel kanker, sehingga efeknya tidak mempengaruhi bagian tubuh lainnya yang sehat. 

Pengobatan ImunoterapiDok. St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou Pengobatan Imunoterapi
Ketiga adalah imunoterapi yang merupakan terapi biologis dengan cara menyuntikkan sel imun anti kanker ke dalam tubuh pasien. 

Baca jugaDiet dan Pola Makan Buruk Picu Munculnya Kanker

Selain efektif mematikan sel tumor secara langsung, metode tersebut juga dapat merangsang reaksi kekebalan tubuh yang berguna melawan dan mencegah potensi timbulnya kanker kembali. 

Dengan menjalani rangkaian pengobatan tersebut, dalam waktu kurang dari setahun, Susana akhirnya bisa bernafas lega karena sel kanker yang menggerogoti payudaranya dinyatakan hilang alias sembuh total. 

Kendati telah sembuh sejak April 2008, namun Susana berencana kembali ke rumah sakit tersebut. "Ingin kontrol saja, karena kanker itu tidak bisa diprediksi," katanya. 

ruang rawat inap pasien di St. Stamford Modern Cancer Hospital GuangzhouDok. St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou ruang rawat inap pasien di St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou
Perlu diketahui, St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou merupakan rumah sakit khusus kanker yang berlokasi di Guangzhou, Cina Selatan. 

Baca jugaPenderita Kanker Payudara Bisa Pilih Metode Pengobatan Terbaru Ini

Rumah sakit tersebut memiliki kantor perwakilan yang tersebar di berbagai negara. Salah satunya Indonesia yang berada di Jakarta, Surabaya dan Medan. 

Demi memudahkan pasien, masing-masing kantor perwakilan tadi menyediakan layanan untuk pengurusan visa dan tiket pesawat. 

Selain memiliki teknologi pengobatan kanker terkini, rumah sakit ini juga menyediakan fasilitas penjemputan di Airport Guangzhou, penerjemah bahasa Indonesia 24 jam, laundry, dan lainnya yang menunjang kenyamanan pasien selama berobat di sana. 

Untuk kemudahan informasi, St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou menyediakan layanan konsultasi online yang bisa diakses di sini

Ada pula call center di nomor 0812-978-978-59 yang bisa dijangkau melalui telepon atau WhatsApp.


komentar di artikel lainnya
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com