Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/01/2020, 11:41 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Depresi adalah gangguan psikiatri yang banyak ditemui di masyarakat dan bisa menimpa siapa saja. Depresi tak boleh disepelekan. Jika dibiarkan, depresi bisa mengganggu aktivitas harian seseorang, bahkan mengancam nyawa.

Memang sebagian besar depresi disebabkan perubahan besar dalam hidup seseorang, seperti kematian keluarga dekat, kesepian, atau menderita penyakit berat. 

Namun, depresi juga bisa dipicu oleh aktivitas-aktivitas harian rutin, seperti tak pernah olahraga hingga hobi tidur larut malam.

Apa saja aktivitas lainnya yang juga memicu depresi?

1. Sering mengonsumsi makanan olahan

Burger atau kentang goreng mungkin terasa sangat nikmat jika dimakan sesekali. Namun, terlalu banyak mengonsumsi makanan olahan tinggi ternyata bisa memicu rasa sedih.

Sebuah analisis dari riset diet dan depresi yang dipublikasikan di The American Journal of Clinical Nutrition pada 2013 menemukan bahwa semakin sehat pola makan kita, makin rendah risiko depresi.

Namun, beberapa studi tersebut hanya mengaitkan pola makan buruk dan mood yang buruk. Studi-studi tersebut tidak bisa membuktikan hubungan sebab akibat satu sama lain.

Meski begitu, pola makan sehat--dengan definisi banyak buah-buahan, sayur, ikan, dan gandum utuh--adalah kebiasaan yang baik.

Baca juga: Bahaya Lem Daging dalam Makanan Olahan

2. Terlalu sering sendiri

Menurut psikolog klinis Susan Heitler, PhD, memiliki waktu berkualitas sendiri membawa banyak manfaat terhadap kesehatan mental. Namun, menghabiskan terlalu banyak waktu untuk sendiri bisa membawa efek sebaliknya dan dapat meningkatkan risiko depresi.

Untuk menghindarinya, Heitler menekankan pentingnya menjaga hubungan pertemanan dengan orang lain sebagai strategi menghindari depresi.

"Setiap saat kita terhubung dengan orang lain, maka itu adalah kesempatan untuk pertukaran emosi yang positif," katanya.

ilustrasi pria sedang lembur hingga dini hariShutterstock ilustrasi pria sedang lembur hingga dini hari

3. Terlalu multitasking

Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat dan gawai dalam genggaman, kita seolah dituntut untuk menaruh perhatian selama 24 jam penuh setiap harinya. Maka, menjadi umum bagi kebanyakan orang mengonsumsi media lebih dari satu gawai pada satu waktu.

Faktanya, para pakar mengestimasikan rata-rata waktu yang dihabiskan untuk media multitasking meningkat hingga dua kali lipatnya.

Sebuah riset menunjukkan bahwa multitasking yang berlebihan buruk bagi otak. Sebuah survei terhadap 318 orang yang dipublikasikan di Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking pada 2013 mengungkapkan, orang-orang yang melakukan media multitasking lebih sering mengalami gejala depresi dan kecemasan sosial.

Untuk menangkalnya, cobalah menghabiskan waktu hanya dengan satu gawai per harinya dan membatasi waktu penggunaan layar (screen time).

Baca juga: Cegah Depresi dan Risiko Bunuh Diri dengan Berkumpul Bersama Keluarga

4. Berteman dengan orang-orang negatif

Kritik, komentar-komentar negatif dari teman, bos, atau pasangan bisa memicu stres singkat. Namun, dikelilingi oleh orang-orang yang negatif bisa meningkatkan risiko depresi tersebut.

Heitler mencontohkan aktivitas yang tidak disukai banyak orang, seperti berbicara kasar dengan keras.

"Berada di sekitar orang-orang yang mengirimkan energi negatif adalah sebuah masalah. Ini bisa membuat kita merasa sedih," ungkapnya.

Jadi, usahakan lebih banyak membentuk hubungan pertemanan dengan orang-orang yang merespons positif apa yang kita lakukan alih-alih terus-menerus mempertanyakan keputusan yang kita ambil. Dengan begitu, kita akan mendapatkan pandangan yang positif dan menurunkan risiko depresi.

Baca juga: Membantu Anak Keluar dari Pertemanan Toksik

5. Kurang melihat sesuatu yang "hijau"

Tinggal di perkotaan membuat kita dikelilingi banyak fasilitas. Mulai dari beragam makanan yang enak hingga transportasi publik yang lengkap. Namun, terlalu banyak menghabiskan waktu di area perkotaan bisa berdampak pada suasana hati kita.

Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Central Institute of Mental Health di University of Heidelberg, tinggal di kota besar kerap terkait dengan stres dan penyakit mental tingkat tinggi.

Bagi para penduduk kota besar, cobalah menghindari dampak buruk tersebut dengan sesekali berjalan-jalan ke taman atau perdesaan untuk melihat alam dan beristirahat dari kesibukan kota.

Jika pergi ke luar kota tidak memungkinkan, Heitler menyarankan untuk menanam tanaman di area terbuka sekitarmu untuk menjaga suasana hati tetap positif.

"Ada energi positif yang diberikan tanaman dan alam," ujarnya.

Ilustrasi insomniashutterstock Ilustrasi insomnia

5. Tidur terlalu larut

Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Cognitive Therapy and Research pada 2014 menemukan, orang-orang yang tidur terlalu larut sering kali memiliki pikiran negatif kronis sepanjang hari. Kebiasaan ini kerap dikaitkan dengan depresi.

Sebaliknya, orang-orang yang tidur lebih cepat mengalami pikiran negatif yang cenderung lebih sedikit. Meskipun waktu tidur bervariasi bagi setiap individu, setidaknya cobalah untuk tidur satu jam lebih awal untuk mendapatkan manfaat kesehatan.

Baca juga: Studi: Menggoda Rekan Kerja Bisa Kurangi Stres

6. Gaya hidup tidak aktif

Terlalu banyak menghabiskan waktu di depan televisi atau alat elektronik bisa berdampak pada kesehatan mental kita.

Sebaliknya, aktif bergerak dapat mengangkat suasana hati akan menurunkan kemungkinan kita merasa stres.

Ketika aktif secara fisik, otak kita akan melepaskan zat kimia yang memunculkan suasana hati positif, seperti endorfin dan endocannabinoid, yang dapat meringankan perasaan depresi. Cobalah melakukan hal-hal menyenangkan yang berbeda dari waktu ke waktu.

Melakukan kegiatan yang bersifat sosial, seperti menjadi relawan sesuai kemampuan, juga akan memberi kita alasan untuk bekerja, bersyukur, dan menjadi lebih bersemangat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com