KOMPAS.com - Bulan lalu, ketika anak-anak di China mulai kembali ke sekolah setelah penutupan panjang akibat pandemi Covid-19, topi kuno dari Dinasti Song kembali menjadi mode.
Di sebuah sekolah dasar di Hangzhou -misalnya, murid mengenakan tutup kepala buatan tangan berbahan kertas, balon, dan kerajinan lainnya, dengan ornamen memanjang yang membentang hingga satu meter.
Topi eksentrik ini memang dimaksudkan untuk membantu mereka menyesuaikan diri dengan kebiasaan jarak sosial.
Baca juga: Bermain bagi Anak di Rumah pada Masa Pandemi Covid-19
Seperti dikutip dari South China Morning Post, mereka meniru model topi yang pernah dikenakan oleh pejabat China di masa lalu.
Foto-foto para siswa dengan gaya topi kuno ini lantas beredar di internet, dan begitu pula dengan legenda populer di belakangnya.
Disebutkan, di masa itu, topi-topi tersebut memang dirancang untuk menjauhkan para pejabat satu sama lain, sehingga mereka tidak dapat saling berbisik, dan kongkalikong satu sama lain.
Namun, menurut seorang sarjana sejarah seni dan studi Asia, fungsi "jarak sosial" dari topi China sesungguhnya berakar pada "spekulasi yang tidak berdasar."
Jin Xu, yang kini menjadi asisten profesor di Vassar College, menulis, "Cendekiawan modern melacak asal-usul rumor itu dari peninggalan seorang cendekiawan China abad ke-13."
Terungkap, headwear tersebut aslinya terbuat dari kain hitam dan disebut futou, atau lebih khusus zhanjiao futou — zhanjiao yang berarti "merentangkan kaki atau sayap."
Baca juga: Cara Teraman untuk Bersosialisasi Selama Pandemi Covid-19
Futou awal adalah kain sederhana yang dililitkan di kepala, dan pemakainya akhirnya melapisinya dengan kayu, sutra, rumput, atau kulit.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.