Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seburuk Apa Cahaya Biru dari Gawai Hingga Lampu LED ke Mata

Kompas.com - 16/09/2020, 20:33 WIB
Dian Reinis Kumampung,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber Her World

KOMPAS.com— Rasanya tak mungkin menghindari paparan cahaya biru di era modern ini. Cahaya biru itu berasal dari komputer, layar ponsel, hingga lampu neon dan lampu LED. Namun sumber terbesar sinar ini adalah matahari.

Dengan banyaknya produk pemblokir cahaya biru yang ada di pasaran saat ini, kita mungkin berasumsi bahwa cahaya biru berbahaya bagi mata. Tapi seberapa besar kerusakan yang sebenarnya terjadi?

“Sebenarnya, tidak ada yang tahu dengan pasti,” kata dokter mata Dr Claudine Pang, pendiri Pusat Bedah Mata Retina Asia.

“Belum ada penelitian pada manusia yang mendokumentasikan kerusakan retina akibat cahaya biru. Untuk alasan ini, kita cenderung melakukan kesalahan dan terlalu berhati-hati dmembatasi paparan cahaya biru ke mata kita,” imbuhnya.

Pang menambahkan bahwa tidak semua cahaya biru yang ada berbahaya bagi mata.

Baca juga: Perlukah Tabir Surya untuk Lindungi Kulit dari Cahaya Biru Gadget?

“Kita juga membutuhkan sejumlah cahaya biru untuk mengatur ritme sirkadian normal, meningkatkan kewaspadaan dan memori, dan mencegah perkembangan miopia,” paparnya.

Justru jika kekurangan cahaya biru akan membuat perubahan seperti depresi di otak. Hal ini sering ditemui pada saat musim dingin.

Jangan berlebihan

Yang harus kita khawatirkan adalah eksposur yang berlebihan dan berkepanjangan.  Dan karena retina kita tidak dapat memblokir cahaya biru sama sekali, dibutuhkan lensa dan layar khusus.

Menurut Dr Pang, lensa pemblokir cahaya biru mampu memblokir 20-70 persen cahaya biru, tergantung kualitasnya.

Cahaya biru menempati panjang gelombang 400-490 nm, dan warna kuning lensa penghalang cahaya biru menyaring panjang gelombang kurang dari 450 nm. Sehingga mata lebih nyaman saat melihat perangkat digital untuk waktu yang lama.

Baca juga: Ini Waktu Berjemur yang Baik di Bawah Sinar Matahari

Dampak paparan sinar biru dalam waktu lama adalah memengaruhi keluarnya hormon melatonin di malam hari dan mengganggu siklus tidur normal kita.

“Oleh karena itu, sebaiknya kita kurangi penggunaan perangkat elektronik terutama pada malam hari agar tidur lebih nyenyak,” kata Pang.

Ilustrasi seorang wanita tengah menggunakan ponselnyaSilvia rita Ilustrasi seorang wanita tengah menggunakan ponselnya

Gangguan ritme sirkadian alami, yakni proses internal dan alami yang mengatur siklus tidur-bangun yang diulangi kira-kira setiap 24 jam, dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko obesitas, penyakit jantung, dan diabetes.

Ketegangan mata

Kelelahan yang kita rasakan setelah melihat layar kita terlalu lama lebih berkaitan dengan ketegangan mata digital daripada kerusakan fisik yang disebabkan oleh paparan cahaya biru itu sendiri.

Menghabiskan terlalu banyak waktu untuk melihat layar mengurangi kedipan, yang menyebabkan mata kering, ketidaknyamanan, dan penglihatan kabur.

Baca juga: Trik 20 Detik untuk Bantu Redakan Ketegangan Mata

Masalah ini diperburuk oleh pencahayaan yang buruk, seperti saat mengecek media sosial sambil tiduran di kamar yang redup.

Hal penting yang harus diingat terkait kesehatan mata adalah mengambil jeda di antara waktu memandangi kayar untuk bekerja maupun beraktifitas dengan internet.

Ada aturan 20-20-20 sederhana yang dapat kamu ikuti: mengalihkan pandangan dari layar setidaknya sekali setiap 20 menit, melihat ke jarak 20 meter setidaknya selama 20 detik.

“Seperti kebanyakan hal dalam hidup, mengatur paparan cahaya biru adalah tentang moderasi,” ujar Pang lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com