Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Cuma Obesitas, Makanan Tinggi Lemak dan Gula Picu Nyeri Otot

Kompas.com - 19/11/2020, 05:30 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mengonsumsi makanan yang tinggi lemak dan gula olahan tentu saja akan menyebabkan penambahan berat badan, hingga bahkan obesitas.

Ada prediksi yang menyebut pada tahun 2030 mendatang, lebih dari 38 persen populasi orang dewasa di dunia akan mengalami kelebihan berat badan. Lalu, 20 persen akan mengalami obesitas.

Obesitas dan kelebihan berat badan dianggap sebagai epidemi yang terkait dengan perkembangan patologi.

Baca juga: Ini Alasannya Obesitas Bisa Sebabkan Diabetes

Antara lain, diabetes, penyakit kardiovaskular, sindrom metabolik, dan nyeri muskuloskeletal.

Sebuah penelitian mengungkapkan adanya hubungan yang kuat antara obesitas dan nyeri.

Obesitas dan nyeri muskuloskeletal berkaitan dengan peningkatan stres mekanis yang disebabkan oleh beban ekstra pada sendi saat menahan bobot tubuh.

Namun demikian, penelitian yang baru saja diterbitkan dalam jurnal Nutrients juga memperlihatkan hubungan antara nyeri dan obesitas, yang kemungkinan melibatkan fenomena sistemik dari organisme.

Lantas, tim peneliti dari Universitat Rovira i Virgili di Spanyol mengamati orang-orang yang mengonsumsi makanan tinggi lemak dan gula olahan.

Sebutlah roti gulung manis dan kue kering. Mereka melakukan pengamatan selama enam minggu.

Terbukti, makanan tersebut meningkatkan jumlah molekul yang menyebabkan peradangan atau inflamasi dalam organisme.

Baca juga: Terungkap, Hubungan Obesitas, Peradangan Otak, dan Hobi Makan Banyak

Selain itu makanan tersebut juga memicu rangsangan saraf otot. Ini dikenal sebagai neurotransmisi muskuloskeletal.

Kemudian, para peneliti melakukan percobaan pada tikus jantan.

Satu kelompok tikus diberikan makanan tinggi gula tambahan dan kelompok lainnya diberikan makanan tinggi lemak selama enam minggu.

Para peneliti lalu menghitung sel-sel lemak (adiposit) dan menggunakan elektromiografi untuk menilai neurotransmisi muskuloskeletal, respons dari saraf otot.

Tikus yang telah mengonsumsi makanan tinggi gula menunjukkan lebih banyak adiposit di jaringan otot, tetapi hal yang sama tidak berlaku untuk makanan tinggi lemak.

Meski begitu, kedua kelompok menunjukkan peningkatan transmisi neuromuskuler yang berlangsung selama beberapa minggu setelah percobaan dihentikan.

Baca juga: Obesitas Tingkatkan Risiko Kondisi Kritis Saat Terinfeksi Covid-19

Studi tersebut akhirnya menyimpulkan, mengonsumsi makanan tinggi kalori, baik dari lemak maupun gula selama enam minggu meningkatkan neurotransmisi yang mengarah pada perkembangan nyeri otot.

Setelah periode ini, tikus dengan cepat mendapatkan kembali berat badan normalnya meskipun parameter neurotransmisi tetap tinggi selama beberapa minggu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com