Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Selamat Datang di Dunia Profesional untuk Generasi Z

Kompas.com - 14/12/2020, 16:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dia juga disebut sebagai Generasi R yang diambil dari kata "responsibility" sebagai pengartian bahwa generasi ini bertanggung jawab (Dolot, 2018).

Mereka yang lahir di kelompok ini memang dibesarkan sepanjang tahun 2000-an, yang berasal dari lingkungan yang akrab dengan internet, telepon pintar, dan media digital. Mereka dianggap generasi yang hidup di masa ekonomi dan pembaruan sosial yang baru.

Baca juga: Generasi Muda Ternyata Buta dengan Bidang Profesi Baru

Fakta menarik lainnya, mereka dapat melakukan kegiatan multifungsi baik di dunia nyata maupun dunia virtual.

Bagi mereka, bertemu secara langsung merupakan hal yang penting. Namun, menjaga kontak secara online juga sama pentingnya.

Konsekuensinya, generasi ini sangat akrab dengan teknologi. Mereka terbiasa mengecek informasi dan membagikan informasi yang mereka dapat di internet.

Uniknya, komunikasi di antara sesama anggota Gen Z lebih banyak dilakukan lewat penggunaan media sosial.

Namun, anggota Gen Z ini tidak cuma aktif menggunakan internet, namun mereka juga menciptakan dan mengendalikannya.

Baca juga: Jago Teknologi, Apa Pekerjaan yang Kelak Dipilih Generasi Alfa?

Generasi instan

Kekurangan dari Gen Z ini adalah mereka adalah generasi yang instan, yang dapat diartikan bahwa mereka ingin berada di puncak karir dengan cepat tanpa usaha keras.

Sulit bagi mereka untuk bisa bekerja lama di satu tempat yang sama, karena mereka tidak peduli dengan kestabilan pekerjaan. Mereka suka mencari keserbagunaan; dan melarikan diri dari rutinitas.

Mengamati perkembangan Generasi Z di Indonesia, saat ini anak-anak yang tergolong Gen Z tampaknya sudah mulai muncul di permukaan.

Sebut saja Wirda Mansyur, putra Yusuf Mansyur, yang di usia 19 tahun ini sudah menggeluti bisnis di bidang fashion, kosmetik dan biro perjalanan. Hasilnya, dia sudah mampu membeli rumah dan mobil setiap bulan.

Ada pula aktris Amanda Manoppo, yang memiliki bisnis kecantikan Lugue Beauty sejak tahun 2016. Dalam tiga hari, omzetnya terus meningkat menembus angka puluhan juta (Viva.co.id, 2020).

Baca juga: Generasi Alpha Sangat Melek Teknologi, Orangtua Harus Bagaimana?

Bisnis digital

Menurut studi global Gen Z tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Dell EMC Indonesia, tidak hanya penting mengetahui keunikan dan keunggulan Gen Z. Ada baiknya, masyarakat juga perlu mengetahui lebih jauh tentang kekurangan mereka.

Di satu sisi, tingginya ketertarikan Gen Z dalam penggunaan teknologi paling canggih sekalipun akan mendorong pelaku bisnis ke era digital. Namun pada saat yang sama, hal ini akan memperbesar kesenjangan yang ada di antara lima generasi di tempat kerja.

Ketika hal ini terjadi, penting dipahami oleh para guru dan perusahaan, bahwa ada hal-hal yang harus diperhatikan ketika mereka berurusan dengan pada Gen Z. Misalnya mereka harus mengutamakan teknologi canggih untuk bisa menarik generasi muda.

Bagi lembaga pendidikan sendiri, inilah kesempatan mereka untuk bisa mengintegrasikan kecerdasan buatan dan teknologi lain dalam metode pembelajaran.

Hal ini terlihat jelas dalam kegiatan seminar pendidikan yang dilaksanakan penulis di SMA Dian Harapan Daan Mogot, Jakarta Barat, September lalu.

Ketika diberi materi dengan fenomena pemberi pengaruh atau influencer di media sosial yang banyak memengaruhi konsumen muda, para siswa kelas XII yang rata-rata kelahiran tahun 2002-2003 ini, terlihat antusias dan berusaha mengikuti.

Baca juga: Endorsement Melonjak, Bagaimana Cara Kemenkeu Tagih Pajak ke Influencer?

Karena tidak heran, inilah dunia mereka yang ditemui setiap hari di media sosial. Tingginya rasa keingintahuan mereka terlihat jelas dari banyaknya pertanyaan yang diajukan terkait fenomena influencer tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com