Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/03/2021, 09:09 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan tradisi sunat yang ada di masyarakat Indonesia. Sunat umumnya dilakukan dengan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis.

Sunat atau circumcision ini dilakukan untuk berbagai alasan. Baik itu tradisi budaya, keyakinan agama, atau pembersihan diri. Walaupun sebenarnya tidak diwajibkan secara medis, mana yang lebih baik untuk kesehatan pria, disunat atau tidak?

Menurut Dr Arry Rodjani, SpU(K), dokter spesialis urologi di RS Siloam, pada dasarnya, tidak ada keharusan bagi anak laki-laki untuk sunat. Meski demikian, sunat merupakan tindakan yang penting bagi anak laki-laki.

Anak yang sudah disunat akan memiliki manfaat seperti daerah genital yang bersih dan lebih kering atau tidak lembap, karena tidak ada kulit kulup yg menutup glans penis.

Selain itu, tindakan sirkumsisi atau sunat bertujuan menangani beberapa kondisi medis, seperti lubang di kulup yang menyempit, infeksi saluran kemih dan masalah lainnya.

Anak yang tidak disunat, menurut Arry, memiliki risiko infeksi saluran kemih lebih tinggi dibandingkan anak yang disunat di tahun pertama sejak anak itu lahir.

American Academy of Pediatrics (AAP) mengungkapkan bahwa laki-laki yang disunat sejak lahir mendapatkan lebih banyak manfaat untuk kesehatan daripada risikonya.

Penis yang tidak disunat lebih rentan terhadap perkembangan bakteri. Pasalnya, kulit kulup yang tidak diangkat dapat menjadi tempat berkumpulnya kotoran. Bila dibiarkan, kotoran tersebut dapat menumpuk dan menyebabkan infeksi pada organ reproduksi pria.

Baca juga: Menekan Risiko Komplikasi dengan Metode Sunat Modern

Laki-laki yang tidak disunat harus membersihkan penisnya dengan benar – termasuk saat menarik kulit kulup. Pastikan tidak ada sisa-sisa sabun yang terperangkap di dalam kulit kulup. Sebab jika tidak, ini bisa menyebabkan iritasi pada kulit sensitif di kepala penis.

"Pada pria yang tidak disunat, risiko kanker penis juga meningkat karena kebersihan yang buruk," kata dr Arry kepada Kompas.com, Rabu (3/3/2021).

"Kejadian balanopostitis atau peradangan di area glans penis lebih tinggi pada pria yang tidak disunat, antara 3-10 persen."

Oleh karena itu, Arry menyarankan sirkumsisi atau sunat bagi anak laki-laki untuk menghindarkan risiko penyakit di masa depan.

"Sirkumsisi menurunkan risiko terjadinya penyakit yang ditularkan secara seksual. Risiko pria yang disunat untuk tertular penyakit HIV berkurang hingga 70 persen," jelasnya.

"Begitu pula insiden kanker penis dan insiden HIV, lebih rendah pada populasi dengan masyarakat yang disunat," sebutnya.

Baca juga: Mengapa Sunat Bakal Dilarang di Islandia, Apa yang Salah?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com