Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - Diperbarui 17/05/2023, 18:11 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

"Ada rasa tidak percaya diri jika dia tidak dikenali tanpa atribut yang berlebihan itu," kata Firman.

Akademisi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI ini mengibaratkan perilaku tersebut seperti orang yang memakai parfum berlebihan.

"Karena sang pemakai khawatir bau parfumnya tidak tercium. Padahal malah bikin pening orang di sekitarnya," kata dia.

Sesungguhnya ketika event dan momentumnya tepat, pesan yang terselip pun jadi perhatian sasaran pesan.

"Ini soal percaya diri pada kekuatan pesan," tambah Firman.

Pentingnya sikap etis dalam komunikasi publik

Poster narsis para pejabat publik itu dianggap sebagai perilaku yang tidak etis oleh warganet.

Namun, agaknya sulit bagi para tokoh tersebut untuk menyadari bahwa pola komunikasi publiknya menyalahi etika.

Firman menerangkan, etis adalah ajaran baik dan buruk tentang sesuatu, panduan moral yang bersifat universal.

Baca juga: Takut Dianggap Lemah, Alasan Pria Bertahan dengan Pasangan Narsistik

Secara tradisional, kita diajarkan untuk tidak berlebihan melakukan sesuatu. Apalagi jika dilakukan dengan tendensi untuk meraup perhatian dan menonjolkan diri atas usaha yang tidak diperjuangkan.

"Yang atlet bertanding siapa, yang berpeluh siapa, dan yang menonjolkan diri siapa. Itu keberatan rasa etis publik," kata pria bergelar doktor ini.

Menurut dia, ada cara elok yang cocok dipertimbangkan jika ingin mendapatkan perhatian publik dan tidak bermasalah dari segi etika.

"Apakah tak lebih baik jika bentuk perhatian para pejabat publik itu diwujudkan dalam bentuk tunjangan kesejahteraan, yang berguna bagi masa depan atlit, dan dimanfaatkan secara bebas oleh sang atlet," ungkap Firman.

Artinya, bukan hanya sekedar menampilkan foto dan atribut organisasi, namun juga bentuk ketulusan yang memikirkan masa depan atlet kebanggaan.

Poster, pesan atau bentuk komunikasi publik para pejabat layak disebut menghantarkan ketulusan apabila tidak memiliki maksud menonjolkan diri.

Baca juga: Kepribadian Narsistik Memang Kekanakan

"Substansi ucapan selamat, turut gembira dan bangga, dengan tanpa maksud menonjolkan diri, merupakan aspek utama," kata dia.

Kembali lagi, dia memberikan perumpaman seperti kita menyumbang atau memberikan kado kepada teman yang menikah.

"Amplopnya kecil, isinya kecil. Maka kita pasti akan bilang: yang penting saya memberikannya dengan ikhlas, tanpa orang tahu jumlahnya. Itulah tulus."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com