Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Aksi Kebaikan Atlet Olimpiade yang Layak Ditiru

Kompas.com - 04/08/2021, 12:52 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber APnews

KOMPAS.com - Kompetisi olahraga bergengsi seperti olimpiade lazim dipenuhi persaingan ketat antara para atletnya. Namun, pada Olimpiade Tokyo 2020 kali ini, kita ditunjukkan berbagai aksi kebaikan para jagoan olahraga dunia yang layak ditiru.

Ada berbagai isu kemanusiaan yang menyeruak sepanjang pergelaran olimpiade di Jepang, mulai dari kesehatan mental Simone Biles, dukungan pada korban pelecehan seksual, sampai kesetaraan gender.

Sejumlah atlet memanfaatkan momen dengan menunjukkan sikap dan pandangannya terhadap isu tersebut. Membuktikan bahwa mereka bukan hanya orang dengan kemampuan fisik tinggi, melainkan juga sarat kepedulian.

Namun, salah satu hal yang amat menonjol dan layak dijadikan inspirasi adalah kebaikan hati yang ditunjukkan para atlet. Meskipun tengah bersaing dalam kompetisi ketat, mereka membuktikan bahwa kemanusiaan adalah segalanya.

Baca juga: Bagaimana Perempuan Atlet Olimpiade Hadapi Menstruasi?

Aksi para olahragawan ini menjadi angin segar di tengah dunia yang juga belum pulih dari pandemi Covid-19.

Apa saja aksi kebaikan yang amat menyentuh ini?

  • Bersedia menjadi penerjemah meskipun kalah bersaing

Kanoa Igarashi, atlet selancar dari Jepang, harus menelan kekecewaan ketika kalah dari Italo Ferreira, atlet asal Brasil, dalam debut olimpiadenya.

Bukan hanya kalah di kandang, ia juga harus menerima banyak ejekan di media sosial dari warganet Brasil yang terkenal rasial.

Meski demikian, peselancar berdarah Jepang-Amerika ini menunjukkan kelasnya dengan berbaik hati menjadi penerjemah untuk Ferreira.

Fasih berbahasa Portugis, ia membantu pesaingnya itu memahami pertanyaan wartawan di jumpa media saat pemberian medali.

“Ya, terima kasih, Kanoa,” kata Ferreira yang baru belajar berbahasa Inggris.

Baca juga: Sedih karena Atlet Idola Kalah Wajar, Ini 6 Cara Mengatasinya

Peraih medali emas Mutaz Barshim, kiri, dari Qatar, dan Gianmarco Tamberi, dari Italia, merayakan kemenangan setelah berbagi emas setelah final lompat tinggi putra di Olimpiade Musim Panas 2020, Minggu, 1 Agustus 2021, di Tokyo, Jepang. AP PHOTO/CHRISTIAN PETERSEN Peraih medali emas Mutaz Barshim, kiri, dari Qatar, dan Gianmarco Tamberi, dari Italia, merayakan kemenangan setelah berbagi emas setelah final lompat tinggi putra di Olimpiade Musim Panas 2020, Minggu, 1 Agustus 2021, di Tokyo, Jepang.

  • Sepakat berbagi medali

Momen mengharukan tercipta ketika Gianmarco Tamberi dari Italia dan Mutaz Barshim dari Qatar sepakat untuk berbagai medali emas cabang lompat tinggi putra.

Keduanya bersaing ketat dan sukses melompat hingga ketinggian palang maksimal 2,39 meter, rekor tersendiri di olimpiade. Tak ada yang bisa saling mengalahkan sehingga pertandingan tersebut mengalami jalan buntu.

Barshim kemudian mengusulkan untuk berbagi medali emas, hal yang disetujui oleh penyelenggara. Kebesaran hatinya ini tentu saja menjadi hal yang amat menyentuh bagi para penonton di seluruh dunia.

“Ini di luar persaingan olahraga. Inilah pesan yang kami sampaikan kepada generasi muda," ujar Barshim.

“Berbagi dengan teman itu lebih indah, rasanya ajaib,” kata Tamberi.

Baca juga: Ketenangan Jadi Kunci Keberhasilan Greysia/Apriyani Rebut Medali Emas Olimpiade

  • Saling membantu ketika terjatuh di lintasan

Pelari Isaiah Jewett dari AS dan Nijel Amos dari Botswana sedang berlari kencang dan bersaing dalam nomor pria 800 meter. Menjelang garis finis, di tikungan terakhir, kaki keduanya saling terjerat dan membuat mereka jatuh.

Bukannya marah, mereka saling membantu untuk berdiri, merangkul satu sama lain, dan menyelesaikannya bersama. Mereka menyelesaikan pertandingan bersama, tertinggal 54 detik dari juara pertama, di babak semifinal Olimpiade Tokyo itu.

“Terlepas dari seberapa marah Anda, Anda harus menjadi pahlawan pada akhirnya,” kata Jewett.

“Karena itulah yang dilakukan para pahlawan, mereka menunjukkan kemanusiaan mereka melalui siapa mereka dan menunjukkan bahwa mereka adalah orang baik.”

Baca juga: Momen Dua Sahabat Sepakat Berbagi Emas Olimpiade dan Cerita Kebangkitan dari Cedera

  • Menyemangati sesama pesaing

Atlet triatlon wanita dari Belgia, Claire Michel, menangis tersedu-sedu ketika harus finis di urutan terakhir saat kompetisi digelar di Odaiba Marine Park. Ia begitu kecewa dengan dirinya dan menangis terisak sambil terduduk di tanah.

Salah satu pesaingnya, Lotte Miller dari Norwegia, yang finis di urutan 24, kemudian menghibur dan memberikan semangat kepada Michel.

“Anda seorang petarung, Ini adalah semangat olimpiade, dan Anda mendapatkannya 100 persen," ujar Miller.

Kompetisi yang terdiri dari berenang 1,5 kilometer, bersepeda 40 kilometer, dan lari 10 kilometer ini diikuti 54 atlet. Namun, 20 peserta gugur di tengah jalan dan tidak bisa menyelesaikan pertandingan.

Michel berhasil menyelesaikan rute dalam waktu dua jam, 11 menit, dan lima detik, kalah 15 menit dibandingkan juara pertama, Flora Duffy dari Bermuda.

Baca juga: Beda Penilaian Pesenam Pria dan Wanita Saat Tampil di Olimpiade

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com