Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Stunting atau Wasting? Salah Asumsi Berakhir Ngeri

Kompas.com - 31/08/2021, 08:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dan jika berlangsung terus menerus, tinggi badan yang tadinya berada di garis hijau akan ketinggalan jauh dari anak-anak seusianya – dan berakhir menyentuh garis merah. Garis stunting yang jadi momok itu.

Apabila posyandu hanya memantau berat badan, padahal kriteria stunting sama sekali tidak berurusan dengan berat badan, melainkan ukuran tinggi badan anak, lalu bagaimana posyandu bisa menjadi garda terdepan pencegahan stunting?

Pengukuran tinggi badan yang pada bayi juga disebut sebagai panjang badan, membutuhkan keterampilan.

Baca juga: Intervensi Gizi Spesifik untuk Cegah Stunting

Tidak mungkin menggunakan cara seperti yang biasa kita andaikan benar, pokoknya asal puncak kepala hingga kaki diukur pakai meteran baju.

Aneka menu viral di media sosial pun diramaikan hanya memfokuskan pada “bb booster” alias peningkat berat badan anak.

Publik kita masih suka melihat bayi 'gembulita'. Padahal, stunting (sekali lagi) adalah tentang tinggi badan anak di usia 2 tahun yang -2SD dan berada di garis merah, di bawah garis hijau pada grafik tumbuh kembang. Dan stunting ireversibel. Artinya, jika kondisi ini sudah terjadi, maka 80% otak anak yang sudah terbentuk di usia 2 tahun sama sekali tidak optimal.

Dengan kata lain, masih ada 20% kapasitas otak yang bisa diupayakan dengan edukasi stimulasi tanpa henti.

Anak stunting tidak selalu kurus – bahkan banyak yang gemuk, karena ibunya asyik mengejar berat badan.

Bayangkan, jika kondisi stunting di usia 2 tahun lalu ditangani dengan “perbaikan kalori”, apa jadinya?

Mimpi buruk komplikasi stunting semakin di depan mata. Anak stunting menjadi obes, berisiko menderita gangguan metabolik di usia dini.

Gangguan gizi kronik sebelum stunting yang biasanya akibat kekurangan protein pada MPASI, mestinya menjadi perhatian khusus. Sebab, protein lah yang membuat anak tumbuh tinggi.

Protein pada MPASI adalah telur, hati ayam, ikan – tidak selalu harus daging sapi – yang mahal dan berserat tinggi, sehingga anak yang sedang tumbuh gigi kerap menolak dan melepeh.

Bagaimana dengan istilah wasting? Wasting dalam bahasa Indonesia berarti “kurus”. Anak kurus tidak sama dengan stunting. Tapi, berat badannya tidak mencukupi dibanding tinggi badannya. Nah, itu pun ada grafiknya.

Baca juga: Imunisasi Sejak Dini Jadi Kunci Sukses Cegah Stunting pada Anak

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com