Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Izinkan Anak Bawa Motor Sama dengan Mengajarkan Kekerasan

Kompas.com - 31/03/2022, 09:00 WIB
Dinno Baskoro,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.comKecelakaan motor yang melibatkan bocah SMP kelas IX yang menabrak balita 2,8 tahun hingga tewas di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau menyita banyak perhatian.

Satlantas Polres Lingga AKP Awang Briantoko, mengatakan, anak di bawah umur tersebut melaju dengan kecepatan tinggi, hingga balita yang ditabrak terpental sekitar 15 meter.

Menyoroti kejadian tersebut, keputusan orangtua yang membiarkan anak di bawah umur mengendarai motor menjadi suatu fenomena yang biasa terlihat di Indonesia.

Baca juga: Bocah SMP Tabrak Balita, Ini Bahaya Anak di Bawah Umur Bawa Motor

Bahkan tak jarang, orangtuanya malah ikutan nebeng atau dibonceng sang anak.

"Kalau sudah melihat itu, berarti orangtua merestui atau mengizinkan (anak di bawah umur mengemudi motor)."

Demikian kata Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si, Psi, Psikolog Klinis yang berfokus pada anak dan keluarga kepada Kompas.com.

Setiap orangtua perlu mengetahui, memberi izin kepada anak di bawah umur untuk membawa kendaraan bermotor merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan.

"Itu justru membahayakan, kita sedang melakukan kekerasan teradap anak ketika mengizinkan anak mengendarai motor sendiri," tutur Psikolog yang biasa disapa Nina tersebut.

Salah satu bentuk kekerasan terhadap anak

Alasan tersebut dapat dikaitkan dengan meninjau empat aspek perkembangan anak, mulai dari perkembangan fisik yang belum mumpuni, hingga menyalahi norma sosial yang berlaku.

Berikut uraian lengkapnya:

1. Fisik anak belum mampu berkendara sendiri

Tinggi anak hingga remaja rata-rata belum setinggi orang dewasa secara umum.

Sedangkan pada kendaraan seperti mobil dan motor memang didesain dengan memperhitungkan tinggi badan orang dewasa.

"Jika anak SD atau bahkan SMP naik motor, dia akan lebih cepat lelah dan tegang. Karena kendaraan tidak ergonomis buat anak," papar Nina.

Ketika fisiknya lelah dan tegang dan dipaksa berkendara, justru kondisi ini bisa membahayakan dirinya dan orang lain.

Baca juga: Orangtua Wajib Tahu, Ini Berbagai Bentuk dan Efek Kekerasan pada Anak

2. Perkembangan berpikir anak belum cukup

Dalam hal ini, perkembangan kognitif atau cara berpikir anak yang berkaitan dengan kemampuan konsentrasi, keluasaan wawasan, kemampuan strategi belum berkembang sempurna.

Wawasan anak atau remaja dalam berkendara masih relatif terbatas ketimbang orang dewasa.

"Ibaratnya ketika disalip kendaraan lain. Pasti anak bingung apa yang harus dilakukan."

"Kemudian jika bertemu dengan polisi di jalan. Anak cenderung merasa ketakutan bahkan panik,"

Hal itu menandakan kemampuan atau pemahaman anak dalam proses berpikir belum didesain untuk menyetir sendiri.

3. Perkembangan emosional belum stabil

Usia anak dan remaja bisa dikatakan belum pada taraf yang cukup stabil dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi.

Misalnya ada momen yang mana emosinya tidak bisa terkontrol. Seperti ketika si anak motoran bersama teman-teman.

Perasaan senang dan kegirangan itu membuatnya memicu perilaku buruk di jalan seperti berkendara ugal-ugalan yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain.

Kemudian contoh lain, saat anak bertemu polisi di jalan yang kemungkinan membuatnya panik dan ketakutan.

"Ada kejadian yang viral belakangan ini, bocah nangis-nangis ketakutan saat ditilang polisi," tambahnya.

Hal itu bisa terjadi ketika anak tertekan, sehingga muncul perasaan panik, malu, hingga takut dimarahi orangtuanya.

"Saat anak belum punya SIM tapi sudah mengendarai motor, berarti dia tidak sabar,"

"Ketika itu diizinkan, orangtua justru mengajarkan ketidaksabaran tersebut. Ini bagian sangat penting dan jarang disadari orangtua," papar Nina.

Lain hal jika kita sebagai orangtua mengajarkan kesabaran untuk menunda anak mengendarai motor sebelum dia punya SIM.

"Syarat punya SIM, menurutnya tidak bisa diganggu gugat. Jangan membenarkan dan mengajarkan itu jika sudah tahu keliru, berpeganglah kepada aturan yang benar," kata Nina.

Perlu diketahui, pola asuh yang terkait kedisiplinan ini juga bentuk dari perkembangan emosional yang harus diajarkan orangtua kepada anak.

4. Membenarkan norma yang salah

Anak di bawah umur yang nekat mengendarai motor saat belum punya SIM, sebenarnya orangtua mengajarkan anak untuk tidak mengikuti dan menghormati aturan yang berlaku di masyarakat.

"Hal ini membuat anak tidak belajar pentingnya hidup berdampingan. Sehingga tidak membenarkan norma yang berlaku, padahal itu salah,"

Sehingga dapat disimpulkan ketika orangtua membolehkan anak di bawah umur untuk berkendara, itu merupakan bentuk dari pengabaian, monitoring yang tidak tepat bahkan ketidaktahuan orangtua soal aturan berkendara yang berlaku.

"Sesungguhnya mereka tengah memberikan kekerasan hingga mengajarkan emosi yang buruk pada anak,"

"Ini merupakan bentuk tindak kekerasan pada anak, yang tidak hanya membahayakan dirinya tapi juga orang lain,"

Demikian papar Nina, yang juga menjabat Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia untuk wilayah Jakarta.

Baca juga: Pengemudi Berkendara Sambil Main HP, Motornya Tercebur ke Kali di Bekasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com