KOMPAS.com – Tidak ada pekerjaan seharga nyawa. Inilah kalimat yang wajib dipahami oleh orang-orang yang gila bekerja.
Sebenarnya, bekerja keras bukanlah masalah. Sebab tentu, semua orang ingin hidup mapan dari karier yang cemerlang dan uang yang cukup.
Namun, jika sampai tidak memiliki waktu untuk merawat diri dan menjaga kesehatan fisik maupun mental, hal tersebut jelas tidak baik.
Kalau belum percaya, simak penjelasan psikolog Cleveland Clinic, Adam Borland, PsyD, soal dampak dari bekerja terlalu keras.
Sebelum mengetahui bahayanya, simak dulu tanda-tanda apabila kita terlalu bekerja keras:
Borland menerangkan, kemungkinan orang-orang bekerja terlalu keras juga disebabkan oleh tuntutan kerja yang berlebihan.
Kita ambil contoh, ada beberapa perusahaan yang jumlah karyawannya sedikit namun mereka diberi pekerjaan yang banyak.
“Akibatnya, tingkat stres orang sangat tinggi,” ungkap dia.
Di sisi lain, bekerja terlalu keras turut mendatangkan risiko penyakit serius dan berbahaya.
Borland mengatakan, risiko penyakit arteri koroner atau kondisi nyeri dada berulang dan stroke dapat meningkat.
Hal itu diungkapnya merujuk studi WHO-ILO tahun 2021 yang mendapati akibat serupa bagi orang-orang yang bekerja di atas 55 jam per seminggu.
“Sangat sulit bagi mereka untuk berhenti dan berkata, 'Oke, saya akan meninggalkan ini di kantor dan tidak memikirkan atau mengkhawatirkannya sampai saya kembali besok’,” kata Borland.
Dampak serius lainnya dari bekerja terlalu keras adalah meningkatnya kadar kortisol atau hormon stres.
Hal tersebut dapat menyebabkan kabut otak, tekanan darah tinggi, dan sejumlah masalah kesehatan lainnya.
Apabila kebiasaan itu terus berlanjut, Borland mengkhawatirkan sejumlah dampak buruk lainnya sebagai berikut.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.