Oleh: Nika Halida Hashina dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi salah satu kejahatan mengerikan yang lazim ditemukan di seluruh dunia. Dalam hubungan pernikahan, lebih banyak perempuan yang menjadi korban karena posisinya sebagai liyan.
Menurut Komnas Perempuan, KDRT atau domestic violence merupakan kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal akibat hubungan relasi personal, di mana pelaku adalah orang terdekat yang dikenal baik dan dekat oleh korban.
Di Indonesia sendiri, penanganan KDRT telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Pasal yang mengatur tindak pidana juga sangat banyak. Hal ini menunjukkan bahwa KDRT merupakan masalah serius yang patut dijadikan perhatian. Terlebih jika orang sekitar kita yang mengalaminya.
Hal ini dibahas juga dalam siniar Obrolan Meja Makan yang berjudul “Menyikapi Pasangan yang Melakukan KDRT” atau melalui tautan https://dik.si/OMMPasanganKDRT. Dikatakan bahwa kita tidak perlu takut untuk melawan atau melaporkan jika pasangan mulai KDRT.
KDRT termasuk ke dalam bentuk pelecehan emosional, pelecehan seksual, kekerasan fisik dan ancaman.
Pelecehan oleh pasangan bisa terjadi pada siapa saja, tetapi data dari KemenPPPA hingga Oktober 2022 mendapati 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, dan sebanyak 79,5 persen atau 16.745 korban adalah perempuan.
Baca juga: Kenapa Manusia Bisa Sulit Berempati?
Selain itu, laporan yang dilayangkan pada posisi kekerasan yang telah terjadi. Padahal sulit bagi seseorang untuk mengidentifikasi kekerasan dalam rumah tangganya sendiri. Biasanya, pelaku akan lebih manipulatif yang akan membuat korban merasa harus memaafkannya berulang kali atas perlakuan buruk yang diterima.
Hubungan seperti ini selalu melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan dan kontrol dari satu pihak.
Seorang pelaku kekerasan menggunakan kata-kata dan perilaku yang mengintimidasi dan menyakitkan untuk mengendalikan pasangannya. Biasanya pelecehan atau kekerasan ini sering kali dimulai secara halus dan semakin buruk seiring waktu.
Oleh karena itu, kenali ciri-ciri pasangan yang terlihat berpotensi melakukan KDRT dan situasi tidak mengenakkan dalam hubungan yang harus diketahui.
Perasaan takut ini mungkin terkadang diabaikan oleh seseorang. Misalnya yang terjadi ketika pasangan berselisih paham. Masing-masing kepala pasti memiliki argumen, namun jika salah satu sudah mulai mengintimidasi dengan perkataan atau perbuatan, hal ini patut dicurigai karena bisa saja ia berniat mengendalikan pasangannya.
Secara terus-menerus, hal ini akan membentuk pola yang konsisten membuat pasangannya merasa takut. Lambat laun korban mungkin akan dibuat merasa seperti tidak lagi memiliki kuasa atas hidupnya sendiri.
Ketakutan ini juda dilandasi oleh perubahan suasana hati si pelaku. Korban akan menghabiskan waktu untuk mengetahui suasana hati seperti pasangan agar tidak mengecewakannya. tanpa fokus ke diri sendiri.