Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap, Faktor Lain dari Gaya Hidup yang Memicu Kepikunan

Kompas.com - 15/02/2023, 08:57 WIB
Glori K. Wadrianto

Editor

Studi terkait kognisi ini mencakup biometrik kesehatan peserta dari tahun 1996-2016, dan juga detail tentang gaya hidup, seperti olahraga, status merokok, diagnosis medis, dan faktor sosial ekonomi.

Baca juga: Hubungan antara Waktu Tidur dan Demensia

Zheng dan timnya menggunakan pendekatan statistik untuk mencoba memperkirakan peran (jika ada) dan persentase masing-masing faktor yang mereka pelajari terhadap fungsi neuropatologi.

Dari sana para ilmuwawn menemukan, kondisi kehidupan awal dan penyakit serta perilaku orang dewasa memainkan peran yang relatif kecil—sekitar 5,6 persen, dalam penurunan fungsi kognitif.

Namun, faktor itu ternyata terkait dan berkontribusi hingga sebesar 38 persen dalam tingkat risiko secara keseluruhan.

Gabungan tersebut terkait status sosial ekonomi (termasuk tingkat pendidikan orang tersebut dan orangtua mereka, pendapatan/kekayaan dan pekerjaan), ras, dan kesehatan mental.

Baca juga: Aktif secara Fisik dan Bersosialisasi Bisa Turunkan Risiko Demensia

Sebelum penelitian ini, para dokter dan ilmuwan kerap menyarankan bahwa pilihan dan tindakan seseorang paling penting dalam mempertahankan fungsi kognitif.

Namun temuan dalam riset ini menunjukkan, sudah waktunya untuk mengalihkan perhatian pada determinan sosial kesehatan juga.

Kesimpulan

Riset tentang kesehatan otak terbaru ini menemukan bahwa tingkat pendidikan, pendapatan, ras dan status depresi, bersamaan dengan kebiasaan gaya hidup sehat, memainkan peran yang sangat besar dalam potensi perkembangan demensia atau pun penyakit Alzheimer.

Sehingga, kita tidak dapat memisahkan satu kebiasaan atau faktor dan menganggapnya sebagai penyebab penurunan kognitif.

Sebab, kesehatan otak dipengaruhi secara substansial oleh kesejahteraan pribadi sepanjang umur.

Ini bahkan termasuk soal seberapa merasa aman seseorang saat berada di rumah. Apakah mereka mengalami tantangan kesehatan mental seperti depresi atau tidak?

Lalu, bagaimana tingkat kebebasan finansial mereka, sertaseberapa banyak mereka dapat belajar untuk membangun "bank otak"-nya.

Semua ini menunjukkan pentingnya melihat kesehatan otak melalui lensa individu dan sistemik.

Pada gilirannya, sebuah komunitas harus dirancang sedemikian rupa untuk mendukung akses ekonomi dan pendidikan, dan sumber daya kesehatan mental.

Selain itu, komunitas tersebut juga harus memiliki tempat yang aman untuk aktivitas fisik, akses ke berbagai macam makanan, dan kesempatan untuk hubungan sosial.

Memang, ini adalah prospek yang tinggi dan substansial, dan jauh lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Tetapi, dengan hampir sepertiga orang di AS yang berusia di atas 65 tahun terkena gangguan kognitif, tentu tidak ada salahnya untuk mulai mencari cara untuk memperbaiki semuanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com