SEMUA agama mengajarkan manusia untuk senantiasa bersyukur tatkala menempuh perjalanan hidup masing-masing secara jatuh-bangun, bahkan babak-belur menerabas kemelut deru campur debu berpercik keringat air mata dan darah.
Pada hakikatnya rasa bersyukur memang lebih berdampak positif dan konstruktif terhadap kesehatan batin manusia ketimbang misalnya rasa kecewa, amarah, dengki, kebencian serta sejenisnya. Secara kimiawi-biologis rasa bersyukur potensial meningkatkan produksi hormon positif dan konstruktif di dalam tubuh manusia.
Sisi positif dan konstruktif perasaan bersyukur dapat dijumpai pada kearifan Jawa tentang sebaiknya kita merasa bersyukur saat kaki kiri kita diinjak orang lain, sementara kaki kanan kita tidak diinjak oleh suapa pun.
Baca juga: Tingkatkan Rasa Syukur, Hilangkan Rasa Ketidakberdayaan, Atasi Distress
Namun, rasa bersyukur ternyata juga memiliki ambang batas pewujudannya selaras dengan kearifan Jawa empan papan maupun ngono yo ngono ning ojo ngono.
Kearifan Islam juga mengingatkan tentang apapun yang berlebihan niscaya tidak baik.
Ternyata kita tidak bisa bebas merdeka main hantam kromo semau gue dalam mengejawantahkan rasa bersyukur menjadi kenyataan, tanpa peduli lingkungan sosial dan alam serta perasaan orang lain. Rasa beryukur bukan hanya merupakan hak asasi manusia tetapi sekaligus juga kewajiban manusia.
Maka, sebaiknya kita jangan sampai tega merasa bersyukur apabila ada sesama manusia yang mendadak meninggalkan dunia fana ini. Sebab, setiap saat kita sendiri juga bisa dipanggil untuk berpulang ke alam baka.
Sebaiknya kita jangan merasa bersyukur tatkala sesama manusia mengalami prahara jatuh sebagai korban kecelakaan atau bencana alam, apalagi masih ditambah kesyukuran bahwa semua itu terjadi sebagai hukuman dari Tuhan.
Baca juga: Efek Membagikan Rasa Syukur kepada Orang Lain
Sebagai manusia yang dididik secara “modern” menurut kaidah kebudayaan Barat, saya tidak percaya pada takhayul tentang kekuasaan kutukan manusia terhadap sesama manusia.
Namun saya percaya pada kualatisme, bahwa apabila saya mengutuk orang lain maka akhirnya saya malah terdampak kualatisme terhadap diri daya sendiri. Itu selaras dengan kearifan terkait tulah, sesuai peribahasa, menepuk air di dulang terpercik muka sendiri.
Pendek kata, hukumnya wajib bahwa saya harus menunaikan jihad al nafs demi menaklukkan diri sendiri agar jangan sampai gegabah melanggar ambang batas rasa bersyukur dalam menempuh perjalanan hidup sarat beban demi meraih cita-cita terluhur peradaban yaitu masyarakat adil dan makmur dan hidup bersama di alam gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta raharja berbingkai kearifan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Merdeka!
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.