Namun, ibu dari anak laki-laki ini menyadari bahwa mata putranya berubah menjadi biru cerah 18 jam setelah memulai pengobatan, terutama ketika terpapar sinar matahari.
Efek samping yang jarang terjadi ini pun pernah dilaporkan sebelumnya, pada seorang laki-laki berusia 20 tahun.
Pada kedua kasus tersebut, warna mata kembali normal setelah penghentian pengobatan.
Kasus yang dipublikasikan juga menyebutkan, favipiravir diamati dapat mencerahkan rambut dan kuku manusia.
Efek ini mungkin disebabkan oleh metabolit obat atau komponen lain seperti titanium dioksida dan oksida besi kuning.
Penelitian menunjukkan, metabolit aktif favipiravir ada dalam plasma manusia dan ada korelasi langsung antara konsentrasinya dan intensitas radiasi.
Penyelidikan laboratorium lebih lanjut mengungkapkan, obat tersebut memicu emisi cahaya secara spontan dari sebuah molekul.
Berdasarkan temuan ini, tim tersebut mengungkap kekhawatiran tentang keamanan dan efektivitas favipiravir dalam pengobatan infeksi virus corona.
Para dokter menyimpulkan, efek samping yang dilaporkan, meskipun jarang terjadi, harus ditanggapi dengan serius, dan dipantau secara ketat dalam kasus-kasus selanjutnya.
Mereka juga mengatakan, penelitian tambahan diperlukan untuk memastikan prevalensi efek samping ini, dan potensi dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan kornea.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.