Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bonar Hutapea
Dosen

Dosen, Peneliti, Asesor dan Konsultan

Sederhana dan Bersahaja Itu Keren, Anak Muda!

Kompas.com - 18/09/2023, 16:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menurut Carr dalam tulisannya pada buku Passionate Deliberation tahun 2001, temperance secara sempit dapat diartikan sebagai pengekangan diri dan pengendalian diri.

Mengekang keinginan berarti menahan, menekan atau mencegah diri dari bertindak yang memungkinkan ekspresi hasrat tertentu.

Pengendalian diri artinya tidak sekadar menekan atau meniadakan, melainkan mengelola ekspresi keinginan, lebih kepada pengelolaan emosi.

Dalam hal ini, hasrat dipandang sebagai sesuatu yang negatif sehingga perlu dikekang dan dikendalikan selain karena memang berlawanan dengan rasionalitas.

Makna yang lebih luas dari konsep ini, menurut Carr dalam tulisannya tersebut yang termasuk dalam seri buku Philosophical Studies in Contemporary Culture, tak hanya fisik-biologis, namun juga mencakup proses deliberatif psikologis, sebagai prinsip psikologis umum yang memengaruhi setiap aspek kehidupan moral, serta sinonim dengan keutamaan atau kebajikan (virtue) pada umumnya.

Dalam hal ini, temperance mengacu pada filsuf Yunani Kuno, Plato dengan konsepnya "sophrosune” (sophrosyne).

Di Indonesia, sejauh diketahui penulis, konsep ini dipadankan dengan kata yang sangat bagus, yakni ‘ugahari’ dalam buku tentang pemikiran Plato berjudul ”Platon: Xarmides, tentang keugaharian” yang diterjemahkan dan ditafsirkan oleh Romo Setyo Wibowo tahun 2015.

Sebagai karakter dan keutamaan, temperance bermakna mendalam dan mencakup aspek psikologis, moral, sosial dan kultural, bahkan juga teologis.

Di antaranya dapat ditafsirkan sebagai “moderasi" atau rata-rata atau sedang, yakni bahwa orang yang bajik adalah orang moderat dalam segala hal.

Selain itu, juga dimaknai sebagai tata krama (social manner) yang menekankan pada pentingnya sopan santun dalam kehidupan sosial.

Menurut saya, temperance dapat diartikan dengan sangat memadai sebagai kesederhanaan dan kebersahajaan.

Dalam kata sederhana, mengacu pada KBBI, sudah mencakup kerbersahajaan, Sebaliknya, kata bersahaja juga diartikan sebagai sederhana.

Meski demikian, mengingat kata ini bermakna luas termasuk sebagai lawan dari kerumitan, maka sederhana dalam konteks gaya hidup dapat dipertegas dengan kebersajahaan, yakni hidup yang tidak berlebih-lebihan, yang dimaknai sebagai hidup tak boros, tak menunjukkan kemewahan berlebihan.

Kesederhanaan dan kebersahajaan semestinya ada dalam agenda pendidikan, bersamaan dengan keutamaan lainnya untuk dapat mengembangkan manusia bijaksana, yang akan menghindarkan orang muda dari hal-hal melampaui batas yang menyebabkan kegagalan mengidentifikasi pemahaman, perasaan dan tindakan secara tepat.

Sebaliknya, orang yang sederhana dapat bertindak proporsional, berkeadilan, dilandasi kejujuran, transparansi, dan pembaharuan, selain dapat menyatukan dan menyelaraskannya dengan keutamaan lain, semisal, keberanian dan kemauan bertindak adil serta keteguhan.

Hal ini bersesuaian dengan pandangan Felderhof dalam artikelnya pada Journal of Beliefs and Values tahun 2009 bahwa dalam kerangka pendidikan, temperance ini merupakan salah satu dalam daftar kualitas manusia yang diinginkan untuk dikembangkan dan ditanamkan pada kaum muda.

Kesederhanaan dan kebersahajaan sebagai keutamaan sangat penting dalam hampir semua aspek dan bidang kehidupan, termasuk tempat kerja dan organisasi.

Misalnya dalam kepemimpinan, tak hanya dalam diartikan sebagai berpikir yang sehat, melainkan juga dianggap mewujudkan kendali diri dan kesabaran hingga memungkinkan membangun integritas diri dan menghindarkan diri dari keterpurukan selain dapat memupuk kepemimpinan visioner terfokus yang menerima batasan etis dan memperhatikan kebaikan bersama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com