Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Regenerasi Perajin dari Generasi Muda Jadi Solusi Pelestarian Batik

Kompas.com - 03/10/2023, 19:41 WIB
Dinno Baskoro,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah terus berupaya mengeluarkan sejumlah program guna melestarikan wastra nusantara, seperti batik.

Tapi faktanya, industri batik tengah kesulitan dalam meregenerasi para perajin batik dari generasi muda.

Menurut data dari APPBI Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia, di tahun 2020 lalu, diperkirakan jumlah perajin batik mencapai 151.565 orang.

Namun saat ini, hanya tinggal 37.914 pengrajin saja yang masih aktif membatik. Tak hanya itu, imbas pandemi Covid-19 ini juga menyebabkan banyak perajin batik terpaksa alih profesi.

Data yang dikeluarkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga mencatat, PDB subsektor fashion menurun hingga minus 2,81 persen pada tahun 2020.

Baca juga: Kenalkan Batik sejak Dini pada Anak lewat Botol Susu, Apa Bisa? 

Masalah yang satu ini rupanya turut dirasakan sejumlah jenama lokal, Batik Concept. Menurut Christian Saputra selaku founder dari jenama tersebut, salah satu penyebabnya adalah minimnya minat generasi muda untuk meneruskan usaha milik keluarga mereka, atau memilih merintis usaha baru di bidang wastra.

Bahkan di salah satu workshopnya di Cirebon, Jawa Barat, jumlah perajin batik muda hanya tersisa dua orang dari total 25 pembatik yang selebihnya didominasi oleh lansia.

Tak heran bila Christian menyebut bahwa batik sejatinya adalah tradisi yang nyaris mati.

"Batik itu dying tradition. Generasi muda cenderung lebih tertarik dengan pekerjaan yang serba instan dan cepat. Sementara proses produksi batik tulis bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan."

"Akhirnya banyak yang memilih merantau ke kota-kota besar untuk mendapatkan pekerjaan yang menurut mereka lebih layak," ucap Christian Saputra dalam keterangan persnya kepada Kompas.com.

Pernyataan Christian bukan tanpa alasan, untuk memproduksi satu kain batik tulis saja bisa memakan waktu dua sampai enam bulan tergantung tingkat kesulitan.

Secara rinci, setidaknya terdapat 12 tahapan dalam proses pembuatan batik tulis.

Dimulai dari nyungging (membuat pola di atas kertas), njaplak (menyalin pola ke media kain), nglowong (membatik dengan canting), ngiseni (mengisi bagian-bagian kosong dalam pola), nyolet (memberi warna pada kain), mopok dan nembok (menutupi bagian tertentu dalam pola).

Kemudian dilanjutkan dengan ngelir (mencelupkan kain ke dalam ember berisi perwarna), nglorod (perebusan), ngrentesi (memberi titik atau garis di sekitar pola), nyumri (menjemur kain hingga kering), dan terakhir melunturkan seluruh malam di kain batik dengan merendam di air mendidih.

Berbagai proses itu membutuhkan kesabaran dan ketelitian untuk menghasilkan produk batik tulis yang berkualitas.

Hal inilah yang jarang ditemui pada generasi muda. Di sisi lain, para perajin batik di daerah juga masih kurang mendapatkan apresiasi, baik dari segi pendapatan maupun penghargaan untuk karya yang mereka ciptakan.

"Sudah proses produksinya menyita waktu, pendapatan mereka juga bisa dibilang tidak setimpal dengan waktu yang mereka habiskan. Jadi kalau tidak ada passion di bidang seni batik, wajar saja mereka memilih pekerjaan yang lain," ungkapnya.

Baca juga: Sejarah Hari Batik Nasional di Indonesia 

Upaya regenerasi perajin batik muda

Seorang perajin tengah membuat batik. Dok MEKARWANGI BATIK BORDIR DAN TENUN FESTIVAL Seorang perajin tengah membuat batik.

Batik sendiri termasuk seni tradisional yang unik dan berharga, khususnya di Indonesia. Berbagai upaya pelestarian diperlukan untuk memastikan batik terus hidup dan diwariskan kepada generasi mendatang.

Poppy Hayono Isman, pembina humas dan promosi Yayasan Batik Indonesia (YPI) mengatakan, regenerasi pembatik muda diperlukan sebagai salah satu solusi untuk melestarikannya.

"Kalau tidak ada generasi muda yang meneruskan, siapa yang mewarisi batik di Indonesia?"

"Bahkan kalau regenerasi itu terus merosot, bisa jadi UNESCO mencabut batik sebagai warisan budaya takbenda karena sudah tidak ada generasi muda yang menjadi pembatik dan pengrajin,"

Demikian kata Poppy saat ditemui Kompas.com di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Beberapa langkah sempat menjadi acuan YPI agar generasi muda bisa mengambil peran langsung dalam pelestarian batik.

Mulai dari pendidikan melalui kurikulum, pelatihan batik, promosi dan pemasaran dengan cara yang lebih kekinian, menggelar pameran batik untuk eksplorasi, konservasi hingga mendorong inovasi bagi para pegiat batik.

"Kalau ada wadahnya pasti generasi muda akan tertarik menggeluti bidang ini."

"Jadi generasi muda harus paham dulu melalui pengetahuan, lalu yang paling penting harus paham kalau prospek bisnisnya tinggi," jelas Poppy.

Poppy menambahkan, YPI juga terus mendorong para pegiat batik agar memiliki standar kelayakan terkait dengan pendapatan seorang pembatik.

"Harus dipahami kalau mereka bisa meningkatkan pendapatan. Karena batik prospeknya bagus. Ibaratnya kain batik saja bisa terjual Rp 20 juta per buah karena ada nilai seninya,"

"Generasi muda harus melihat prospek yang realistis agar pembatik muda tertarik menggelutinya," ucap Poppy.

Senada dengan hal itu, co-founder Batik Concept lainnya Gisella Budiono mengakui, meski permintaan pasar sempat mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19, peminat batik tulis di Indonesia sebetulnya masih terbilang tinggi.

Apalagi batik kini menjadi salah satu pilihan busana yang dapat dikenakan dalam berbagai suasana. Mulai dari kegiatan sehari-hari maupun acara spesial seperti pernikahan.

Dengan kata lain, masih ada kesempatan untuk membuat industri batik kembali bergairah dan diminati generasi muda.

Cara paling sederhana adalah dengan menggencarkan edukasi, inovasi dan promosi batik melalui medium apa pun.

“Jika dilakukan secara konsisten dan mengikuti perkembangan zaman, tidak menutup kemungkinan regenerasi perajin batik akan kembali berjalan."

"Jika dikemas lebih menarik dan mengikuti perkembangan tren, batik akan masuk ke dalam top of mind generasi muda kita," pungkas Gisella.

Baca juga: Batik dan Generasi Muda, Upaya Pelestarian Tak Cuma Memakai Saja 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com